Selasa, 31 Maret 2015


Shalat berjamaah di masjid merupakan perkara yang lazim. Namun sesungguhnya Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita.
Sebaik-baik shalat wanita adalah di rumahnya. Karena Allah memerintahkan pada wanita untuk berdiam diri di rumah. Namun tidak mengapa ia keluar asalkan memperhatikan aturan seperti menutup aurat dan tidak menggoda pria. 
Kehadiran wanita untuk shalat berjamaah di masjid bukanlah sesuatu yang asing. Hal ini kita ketahui dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, di antaranya hadits Aisyah radhiyallahu anha. Kata beliau : "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengakhirkan shalat Isya hingga Umar berseru memanggil beliau seraya berkata: Telah tertidur para wanita dan anak-anak . Maka keluarlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau berkata kepada orang-orang yang hadir di masjid : "Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini selain kalian." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 566 dan Muslim no. 638)

Aisyah radhiyallahu anha juga berkata : 
"Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri shalat Shubuh bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mereka berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka seselesainya dari shalat tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka karena masih gelap." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 645)

Ummu Salamah radhiyallahu anha menceritakan :
"Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870)

Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata : 
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : "Aku berdiri untuk menunaikan shalat dan tadinya aku berniat untuk memanjangkannya. Namun kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun memendekkan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 868)
 
Dalam ajaran Islam, shalat wanita lebih baik di rumah. 
Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya(HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). 


Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Shalat jama’ah bagi wanita itu lebih baik di rumahnya daripada mendatangi masjid. … Dan shalat wanita di rumahnya itu lebih menutupi dirinya dan lebih afdhol” (Al Majmu’, 4: 198).

Shalat wanita di rumah adalah pengamalan dari perintah Allah agar wanita diam di rumah. Allah Ta’ala berfirman, "Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu" (QS Al Ahzab: 33).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, "Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki" (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih).

Namun jika wanita ingin melaksanakan shalat berjama’ah di masjid selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai harum-haruman, maka janganlah dilarang. 

Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia" (HR. Muslim no. 442).

Sekali lagi, dilarang memakai harum-haruman ketika keluar rumah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Wanita mana saja yang memakai harum-haruman, maka janganlah dia menghadiri shalat Isya’ bersama kami" (HR. Muslim no. 444). 

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur" (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Jika setiap wanita memperhatikan shalatnya dan menjaga kehormatan dirinya, maka ia akan mendapatkan keutamaan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini : "Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Kemudian timbullah pertanyaan, apa hukum shalat berjamaah bagi wanita ?
Dalam hal ini wanita tidaklah sama dengan laki-laki. Dikarenakan ulama telah sepakat bahwa shalat jamaah tidaklah wajib bagi wanita dan tidak ada perselisihan pendapat di kalangan mereka dalam permasalahan ini.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata (Al-Muhalla, 3/125): “Tidak diwajibkan bagi kaum wanita untuk menghadiri shalat maktubah (shalat fardhu) secara berjamaah. Hal ini merupakan perkara yang tidak diperselisihkan (di kalangan ulama).” Beliau juga berkata: “Adapun kaum wanita, hadirnya mereka dalam shalat berjamaah tidak wajib, hal ini tidaklah diperselisihkan. Dan didapatkan atsar yang shahih bahwa para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di kamar-kamar mereka dan tidak keluar ke masjid.” (Al-Muhalla, 4/196)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan : 'Telah berkata teman-teman kami bahwa hukum shalat berjamaah bagi wanita tidaklah fardhu 'ain tidak pula fardhu kifayah, akan tetapi hanya mustahab (sunnah) saja bagi mereka." (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/188)

Ibnu Qudamah rahimahullah juga mengisyaratkan tidak wajibnya shalat jamaah bagi wanita dan beliau menekankan bahwa shalatnya wanita di rumahnya lebih baik dan lebih utama. (Al-Mughni, 2/18)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda kepada para wanita : "Shalatnya salah seorang di makhda’-nya (kamar khusus yang digunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya. Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid kaumnya. Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 155)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : "Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di masjid-masjid-Nya." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 442)

Dalam riwayat Abu Dawud (no. 480) ada tambahan: "meskipun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka." (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 576 dan dalam Al-Misykat no. 1062)

Dalam Nailul Authar, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata setelah membawakan hadits di Shalat mereka di rumah lebih utama karena aman dari fitnah, yang menekankan alasan ini adalah ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika melihat para wanita keluar ke masjid dengan tabarruj dan bersolek.”[2] (Nailul Authar, 3/168)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah setelah menyebutkan hadits: “meskipun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”, menyatakan dalam salah satu fatwanya: “Hadits ini memberi pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata: ‘Aku ingin shalat di masjid agar dapat berjamaah.’ Maka akan aku katakan: ‘Sesungguhnya shalatmu di rumahmu lebih utama dan lebih baik.’ 
Hal ini dikarenakan seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath (bercampur baur tanpa batas) bersama lelaki lain sehingga akan menjauhkannya dari fitnah.” (Majmu’ah Durus Fatawa, 2/274)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda demikian sementara beliau berada di Madinah dan kita tahu shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan dan nilai lebih. 
Akan tetapi karena shalat wanita di rumahnya lebih tertutup baginya dan lebih jauh dari fitnah maka hal itu lebih utama dan lebih baik.” (Al-Fatawa Al-Makkiyyah, hal. 26-27, sebagaimana dinukil dalam Al-Qaulul Mubin fi Ma’rifati maa Yuhammul Mushallin, hal. 570)

Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita akan keutamaan shalat wanita di rumahnya. 

Setelah ini mungkin timbul pertanyaan di benak kita: Apakah shalat berjamaah yang dilakukan wanita di rumahnya masuk dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendiri lebih utama dua puluh lima (dalam riwayat lain: dua puluh tujuh derajat)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 645, 646 dan Muslim no. 649, 650)

Dalam hal ini Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah menegaskan bahwa keutamaan 25 atau 27 derajat yang disebutkan dalam hadits khusus bagi shalat berjamaah di masjid dikarenakan beberapa perkara yang tidak mungkin didapatkan kecuali dengan datang berjamaah di masjid. (Fathul Bari, 2/165-167)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah meriwayatkan akan hal ini dalam sabdanya:
“Shalat seseorang dengan berjamaah dilipat gandakan sebanyak 25 kali lipat bila dibandingkan shalatnya di rumahnya atau di pasar. Hal itu dia peroleh dengan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia keluar menuju masjid dan tidak ada yang mengeluarkan dia kecuali semata untuk shalat. Maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan. Tatkala ia shalat, para malaikat terus menerus mendoakannya selama ia masih berada di tempat shalatnya dengan doa: “Ya Allah, berilah shalawat atasnya. Ya Allah, rahmatilah dia.” Terus menerus salah seorang dari kalian teranggap dalam keadaan shalat selama ia menanti shalat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 647 dan Muslim no. 649)

Dengan demikian, shalat jamaah wanita di rumahnya tidak termasuk dalam keutamaan 25 atau 27 derajat, akan tetapi mereka yang melakukannya mendapatkan keutamaan tersendiri, yaitu shalat mereka di rumahnya, secara sendiri ataupun berjamaah, lebih utama daripada shalatnya di masjid, wallahu a’lam.


Categories:

0 komentar:

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!