Shalat berjamaah di masjid merupakan perkara yang lazim. Namun sesungguhnya Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita.
Sebaik-baik shalat wanita adalah di rumahnya. Karena Allah memerintahkan
pada wanita untuk berdiam diri di rumah. Namun tidak mengapa ia keluar
asalkan memperhatikan aturan seperti menutup aurat dan tidak menggoda
pria.
Kehadiran wanita untuk shalat berjamaah di masjid bukanlah sesuatu yang
asing. Hal ini kita ketahui dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, di antaranya hadits Aisyah radhiyallahu anha. Kata
beliau : "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengakhirkan shalat Isya
hingga Umar berseru memanggil beliau seraya berkata: Telah tertidur
para wanita dan anak-anak . Maka keluarlah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau berkata kepada orang-orang yang hadir di masjid : "Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini selain
kalian." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 566 dan Muslim no. 638)
Aisyah radhiyallahu anha juga berkata :
"Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri shalat Shubuh bersama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mereka berselimut dengan
kain-kain mereka. Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka
seselesainya dari shalat tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka
karena masih gelap." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 645)
Ummu Salamah radhiyallahu anha menceritakan :
"Di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat
berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang
kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu
yang diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut." (Shahih, HR. Al-Bukhari
no. 866, 870)
Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata :
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : "Aku berdiri untuk menunaikan shalat dan tadinya aku berniat untuk
memanjangkannya. Namun kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku
pun memendekkan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya."
(Shahih, HR. Al-Bukhari no. 868)
Dalam ajaran Islam, shalat wanita lebih baik di rumah.
Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada
shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang
kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di
rumahnya” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Shalat jama’ah bagi wanita itu lebih baik di rumahnya daripada mendatangi masjid. … Dan shalat wanita di rumahnya itu lebih menutupi dirinya dan lebih afdhol” (Al Majmu’, 4: 198).
Shalat wanita di rumah adalah pengamalan dari perintah Allah agar wanita diam di rumah. Allah Ta’ala berfirman, "Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu" (QS Al Ahzab: 33).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, "Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki" (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih).
Namun jika wanita ingin melaksanakan shalat berjama’ah di masjid
selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai
harum-haruman, maka janganlah dilarang.
Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia" (HR. Muslim no. 442).
Sekali lagi, dilarang memakai harum-haruman ketika keluar rumah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Wanita mana saja yang memakai harum-haruman, maka janganlah dia menghadiri shalat Isya’ bersama kami" (HR. Muslim no. 444).
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui
sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka
perempuan tersebut adalah seorang pelacur" (HR. An Nasa’i, Abu
Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323
mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Jika setiap wanita memperhatikan shalatnya dan menjaga kehormatan
dirinya, maka ia akan mendapatkan keutamaan sebagaimana disebutkan dalam
hadits berikut ini : "Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga
berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga
kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya,
maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah
dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kemudian timbullah
pertanyaan, apa hukum shalat berjamaah bagi wanita ?
Dalam hal ini wanita tidaklah sama dengan laki-laki. Dikarenakan
ulama telah sepakat bahwa shalat jamaah tidaklah wajib bagi wanita dan
tidak ada perselisihan pendapat di kalangan mereka dalam permasalahan
ini.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata (Al-Muhalla, 3/125): “Tidak diwajibkan
bagi kaum wanita untuk menghadiri shalat maktubah (shalat fardhu)
secara berjamaah. Hal ini merupakan perkara yang tidak diperselisihkan
(di kalangan ulama).” Beliau juga berkata: “Adapun kaum wanita, hadirnya
mereka dalam shalat berjamaah tidak wajib, hal ini tidaklah
diperselisihkan. Dan didapatkan atsar yang shahih bahwa para istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di kamar-kamar mereka dan tidak
keluar ke masjid.” (Al-Muhalla, 4/196)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan : 'Telah berkata teman-teman
kami bahwa hukum shalat berjamaah bagi wanita tidaklah fardhu 'ain
tidak pula fardhu kifayah, akan tetapi hanya mustahab (sunnah) saja bagi
mereka." (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/188)
Ibnu Qudamah rahimahullah juga mengisyaratkan tidak wajibnya shalat
jamaah bagi wanita dan beliau menekankan bahwa shalatnya wanita di
rumahnya lebih baik dan lebih utama. (Al-Mughni, 2/18)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda kepada para wanita : "Shalatnya salah seorang di makhda’-nya (kamar khusus yang digunakan
untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di
kamarnya. Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di
rumahnya. Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di
masjid kaumnya. Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada
shalatnya bersamaku.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam
Shahih keduanya. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Jilbab
Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 155)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : "Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di masjid-masjid-Nya." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 442)
Dalam riwayat Abu Dawud (no. 480) ada tambahan: "meskipun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka." (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 576 dan dalam Al-Misykat no. 1062)
Dalam Nailul Authar, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata setelah
membawakan hadits di Shalat mereka di rumah lebih utama karena aman dari
fitnah, yang menekankan alasan ini adalah ucapan ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha ketika melihat para wanita keluar ke masjid dengan tabarruj dan
bersolek.”[2] (Nailul Authar, 3/168)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah setelah menyebutkan hadits:
“meskipun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”, menyatakan dalam
salah satu fatwanya: “Hadits ini memberi pengertian bahwa shalat wanita
di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata: ‘Aku ingin
shalat di masjid agar dapat berjamaah.’ Maka akan aku katakan:
‘Sesungguhnya shalatmu di rumahmu lebih utama dan lebih baik.’
Hal ini
dikarenakan seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath (bercampur baur
tanpa batas) bersama lelaki lain sehingga akan menjauhkannya dari
fitnah.” (Majmu’ah Durus Fatawa, 2/274)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga mengatakan: “Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda demikian sementara beliau berada
di Madinah dan kita tahu shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan dan
nilai lebih.
Akan tetapi karena shalat wanita di rumahnya lebih tertutup
baginya dan lebih jauh dari fitnah maka hal itu lebih utama dan lebih
baik.” (Al-Fatawa Al-Makkiyyah, hal. 26-27, sebagaimana dinukil dalam
Al-Qaulul Mubin fi Ma’rifati maa Yuhammul Mushallin, hal. 570)
Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita akan keutamaan shalat
wanita di rumahnya.
Setelah ini mungkin timbul pertanyaan di benak kita:
Apakah shalat berjamaah yang dilakukan wanita di rumahnya masuk dalam
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendiri lebih utama dua puluh lima (dalam riwayat lain: dua puluh tujuh derajat)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 645, 646 dan Muslim no. 649, 650)
“Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendiri lebih utama dua puluh lima (dalam riwayat lain: dua puluh tujuh derajat)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 645, 646 dan Muslim no. 649, 650)
Dalam hal ini Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah menegaskan bahwa
keutamaan 25 atau 27 derajat yang disebutkan dalam hadits khusus bagi
shalat berjamaah di masjid dikarenakan beberapa perkara yang tidak
mungkin didapatkan kecuali dengan datang berjamaah di masjid. (Fathul
Bari, 2/165-167)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah meriwayatkan akan hal ini dalam sabdanya:
“Shalat seseorang dengan berjamaah dilipat gandakan sebanyak 25 kali lipat bila dibandingkan shalatnya di rumahnya atau di pasar. Hal itu dia peroleh dengan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia keluar menuju masjid dan tidak ada yang mengeluarkan dia kecuali semata untuk shalat. Maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan. Tatkala ia shalat, para malaikat terus menerus mendoakannya selama ia masih berada di tempat shalatnya dengan doa: “Ya Allah, berilah shalawat atasnya. Ya Allah, rahmatilah dia.” Terus menerus salah seorang dari kalian teranggap dalam keadaan shalat selama ia menanti shalat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 647 dan Muslim no. 649)
“Shalat seseorang dengan berjamaah dilipat gandakan sebanyak 25 kali lipat bila dibandingkan shalatnya di rumahnya atau di pasar. Hal itu dia peroleh dengan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia keluar menuju masjid dan tidak ada yang mengeluarkan dia kecuali semata untuk shalat. Maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan. Tatkala ia shalat, para malaikat terus menerus mendoakannya selama ia masih berada di tempat shalatnya dengan doa: “Ya Allah, berilah shalawat atasnya. Ya Allah, rahmatilah dia.” Terus menerus salah seorang dari kalian teranggap dalam keadaan shalat selama ia menanti shalat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 647 dan Muslim no. 649)
Dengan demikian, shalat jamaah wanita di rumahnya tidak termasuk
dalam keutamaan 25 atau 27 derajat, akan tetapi mereka yang melakukannya
mendapatkan keutamaan tersendiri, yaitu shalat mereka di rumahnya,
secara sendiri ataupun berjamaah, lebih utama daripada shalatnya di
masjid, wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar