Selasa, 16 Juni 2015

Syahadatain adalah rukun Islam yang pertama dan setiap rukun tentu ada syarat sahnya, kalimat yang menentukan apakah dia seorang muslim ataukah bukan, kalimat ini juga adalah pintu gerbangnya islam, barang siapa yang memasukinya maka islamah dia. 
Haruskah kita bersyahadat kembali, bukankah kita sudah islam semenjak kita lahir dan orang tua kitapun islam, dan bukankah kita selalu mengucapaknnya setiap kali kita sholat ? 
Mungkin pertanyaan inilah yang kadang menjadi sebuah perbincangan dikalangan umat islam, maka marilah kita pahami bagaimana menurut Al-qur’an dan hadits serta pendapat para ulama membahas tentang hal ini. 

Allah swt berfirman :

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan) (QS 7:172)
Para mufasirin menafsirkan ayat ini adalah persaksian rububiyahnya Allah, dan setiap anak cucu adam diminta pesaksiannya ketika dialam rahim.
Kemudian Rosululloh saw bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Setiap yang dilahirkan maka ia lahir dalam keadaan fitroh (islam) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang yahudi, nasroni ataupun majusi seperti binatang melahirkan binatang juga, apakah kamu melihat ada kelainan didalamnya( HR bukhori)

Allah swt berfirman :

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
 Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(QS 30:30)

Para ulama mufasiriin ketika menafsirkan kalimat fitroh artinya adalah islam. Maka setiap anak cucu adam lahir dalam keadaan fitroh (islam) sebagaimana disebutkan dalam tafsir ibnu katsir bahwa setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh sampai dia mengungkapkannya (mengikrarkannya) dengan lisannnya, sebagaimana Rosululloh bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ
“Setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh sampai ia mengungkapkannya dengan lisannya” maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang yahudi ataupun nasroni. Kemudian dalam ayat ”tidak ada perubahan pada fitroh itu” artinya adalah tidak ada perubahan dalam fitroh Allah, maka manusialah yang merubah fitroh mereka yang mana Allah telah menciptakan mereka menurut fitrohnya.
Kalaulah kita perhatikan ayat dan hadits diatas menunjukan bukan hanya kedua orang tualah yang bisa menjadikan anaknya seorang yahudi, nashroni, sekuler, dan paham-paham sesat yang lainnya. Akan tetapi lingkungan juga berperan aktif merubah fitroh-fitroh mereka sehingga mereka keluar dari fitrohnya dan menjadi penentang-penentang syari’at Allah.
Para ulama memang menafsirkan kalimat fitroh adalah islam, karena lahir masih dalam keadaan perjanjian yang pertama ketika di alam rahim, akan tetapi dalam ayat tersebut hanya mengikrarkan syahadah rububiyah (bahwa Allah yang menciptakan, mengatur dan mendidik) saja tanpa diikuti oleh persaksian yang kedua yaitu pesaksian kerosulan Nabi muhammad saw, bukan kah seorang muslim tidak cukup hanya mengakui Allah saja tapi harus mengakui akan kerosulan Nabi muhammad saw. Karena dalam hal ini orang orang kafir pun mengakui kerububiyahan Alloh, sebagaimana dalam firman Alloh :
 وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللهُ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(QS 31:25)
Dalam kitab fathul bari ibnu hajar berkata dalam bab ma qiila fi auladil musrikiin bahwa ibnu qoyyim al jauziyah berkata dalam mengomentari hadits” setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh” bukanlah maksud “setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh” bahwa dia keluar dari perut ibunya mengetahui tentang hal dien ini, karena Alloh swt berfirman :

وَاَللَّه أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُون أُمَّهَاتكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(QS 16:78)
Kemudian beliau melanjutkan, akan tetapi maksudnya adalah menuntut untuk mengetahui dienul islam dan mencintainya, dan fitroh itu sendiri menuntut pengikraran dan kecintaan. Beliau juga berkata bahwa maksudnya adalah setiap anak yang lahir, ia lahir dalam keadaan perjanjian yang pertama atas rububiyahnya Alloh.
Maka ketika sudah mencapai baligh kitapun harus mengikrarkan uluhiyahnya Allah (yaitu satu-satunya illah yang berhak disembah) disertai pengikraran atas kerosulan Nabi muhmmad saw.sebagaimana syaikh sholih bin Abdul aziz bin muhammad bin ibrohim dalam kitab attamhid syarh kitab tauhid mengatakan bahwa persaksian ini adalah persaksian yang diucapkan oleh seorang mukalaf (baligh).
Islam adalah dien yang sesuai dengan fitroh manusia yaitu akan kecenderunganya terhadap kebenaran, maka kedua orang tuanyalah yang harus menjaga kefitrohan anak tersebut hingga dewasa sehingga pada waktunya dia sudah siap menerima tugasnya sebagai manusia dengan dimintanya sebuah perjanjian akan siap menerima dan melaksanakan apa-apa yang menjadi perintah Allah dan Rosulnya serta menjauhi semua bentuk larangannya. 
Kemudian kalaulah kita lihat kembali bahwa dalam persaksian dua kalimah syahadat ada syarat-syaratnya hal ini menunjukan bahwa setiap manusia harus mengikrarkan dua kalimat syahadat . karena hakikat syahadat adalah sebuah pengakuan,membenarkan, pengikraran, perjanjian akan siap mendengar dan taat dengan apa-apa yang Allah dan Rosulnya perintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarangnya. 
Dan seseorang tidak akan membenarkan sesuatu tanpa adanya sebuah ilmu yang akan menghasilkan sebuah keyakinan, keyakinan yang akan menimbulkan sikap menerima dan ikhlas dalam berbuat.
Syahadat juga merupakan persaksian telah sampainya ilmu dan dakwah kepadanya sehingga dia berjanji untuk siap mendengar dan taat, ingatlah ketika Allloh mengambil perjanjian kepada para Nabi. Alloh swt berfirman :

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آَتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi : "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".(QS 3:81)
Kemudian, kita sering bersyahadat dalam sholat, adzan dan lain-lain terus kenapa kita harus bersyahadat kembali ????
Ingatlah, bahwa dalam satu niat tidak boleh ada dua pekerjaan, dan bahwa kalimat syahadat dalam hal tersebut adalah sebagian bacaan dalam sholat dan adzan, bukan niat untuk mengadakan sebuah perjanjian dan persaksian, karena dalam sebuah persaksian ada syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya adanya saksi, orang yang disaksikan dan shigot persaksian, sebagaiman para sahabat melakukannya.

Maka dengan ini wajiblah bagi setiap muslim untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat sekali seumur hidup tentu dengan syarat-syarat dan konsekuensinya yang telah ditetapkan dan dicontohkan oleh para sahabat. 
Maka karena paham islam keturunanlah yang akhirnya umat ini tidak mengerti akan hakikat dua kalimat syahadat yang sebenarnya, yang akhirnya tidak jelaslah wala’ dan bara’nya. Dan ketika mereka diseru kpada Allah mereka enggan dan menyombongkan diri. Sebagaiman dalam firmannya :

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka : "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.(QS 37:35)
Dalam ayat lain :

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ? (QS 5:104)
Pada pembahasan diatas telah dijelaskan bahwa tidaklah cukup hanya mengakui akan kerububiyahan Alloh saja tanpa mengakui akan kerosulan Nabi muhammad saw. Dan yang dimaksud fitroh disini ialah islam ataupun lahir dalam keadaan bertauhid ataupun condong terhadap kebenaran yang mana harus diteruskan dengan perjanjian ataupun persaksian akan keuluhiyahan Allah dan kerosulan Nabi muhammad saw. 
Maka tanyakanlah pada diri kita sudahkah kita bersyahadat ? Kalau sudah kapan ? Kalaulah jawabannya di alam rahim, bukankah itu hanya persaksian rububiyah tanpa adanya persaksian kerosulan Nabi muhammad saw ?
Semoga tulisan ini menjadi kajian kita kembali akan keislaman kita hari ini dan Insya Allah bermanfaat.
Wallohu a’lam bi showab 
Categories:

0 komentar:

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!