Minggu, 18 Oktober 2015


Allah berfirman, “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi ?” Mereka menjawab : “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman : “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.” (Al-Mu’minuun [23] : 112-114)

Ayat di atas merupakan dialog antara Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan orang-orang yang telah meninggalkan kehidupan dunia ini. Di situ digambarkan betapa singkatnya hidup di dunia, tidak lebih dari sehari atau setengah hari. Bahkan lebih singkat dari itu. Tidak peduli kita siap atau tidak, kehidupan ini akan berakhir dengan kematian. Ketika saatnya tiba, tidak seorang pun yang bisa menunda walaupun sesaat. 

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila datang waktu kematiannya…” (Al-Munaafiqun [63]: 11)

Kita pasti mati. Tetapi itu bukan akhir dari segalanya. Bahkan inilah awal dari kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang abadi. Di sana manusia tinggal menerima risiko dari apa yang dilakukannya selama hidup di dunia. Pada akhirnya hanya ada dua pilihan ekstrim, ditempatkan di surga dan merasakan hidup penuh kebahagiaan tanpa batas. Atau sebaliknya, ditempatkan di neraka dan menderita selamanya tanpa batas. Inilah risiko terberat bagi perjalanan hidup manusia. Tidak ada yang lebih berat dari itu. 

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada sesuatu yang dialami anak Adam dari apa yang diciptakan Allah lebih berat daripada kematian. Baginya kematian lebih ringan daripada apa yang akan dialaminya sesudahnya.” (Riwayat Ahmad).

 “…Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…” (Al-Baqarah [2]: 197)

“Tiada suatu nafas yang terlepas dari kita, melainkan disitu pula ada takdir Allah yang berlaku atas diri kita.” Karena itu, hendaklah kita selalu menjaga, agar dalam setiap nafas kita, selalu kita upayakan dengan sekuat tenaga, agar kita tetap berada dalam keimanan dan ketaatan pada-Nya, serta jauh dari maksiat dan perbuatan dosa.
Banyak sekali orang yang membuang-buang waktunya hanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Dan kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa mereka telah mensia-siakan waktu yang tidak akan mungkin kembali lagi. 

 Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59] : 18)

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Ashr (103) ayat 1-3, Allah SWT berfirman yang artinya sebagai berikut :
  1. Demi masa.
  2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
  3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik.  

Rasulullah SAW bersabda, ”Ada dua nikmat, di mana banyak manusia tertipu di dalamnya, yakni kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhori). 

Hadits ini menjelaskan pentingnya memanfaatkan kesempatan (waktu), karena tanpa disadari banyak orang terlena dengan waktunya.

Imam Al-Ghazali dalam bukunya Khuluqul Muslim menerangkan waktu adalah kehidupan. 
Karena itu, Islam menjadikan kepiawaian dalam memanfaatkan waktu termasuk di antara indikasi keimanan dan tanda-tanda ketakwaan. Orang yang mengetahui dan menyadari akan pentingnya waktu berarti memahami pula nilai hidup dan kebahagiaan.
Membiarkan waktu terbuang sia-sia dengan anggapan esok masih ada waktu merupakan salah satu tanda tidak memahami pentingnya waktu, padahal ia tidak pernah datang untuk kedua kalinya atau tidak pernah terulang. Dalam pepatah Arab disebutkan ”Tidak akan kembali hari-hari yang telah lampau.”

Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad)

Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari umur. Sedangkan umur manusia begitu pendek, tak lebih dari beberapa puluh tahun. Lalu kelak dia akan ditanya atas setiap detik waktu yang dilaluinya, dan apa yang ia lakukan di dalamnya. 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Barzah, bahwa Rasulullah SAW  bersabda : “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat sebelum ditanya tentang 4 perkara : Tentang umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia gunakan, hartanya dari mana diperoleh dan kemana dibelanjakan, dan ilmunya, apa yang diamalkannya.” (HR. Tirmidzi)


Ibnu Abbas Radhiallahu anhu berkata : ada dua nikmat yang sering  membuat kebanyakan manusia tertipu, yakni kesehatan dan waktu luang.

Ibnul Khazin berkata : nikmat adalah sesuatu yang membuat nyaman dan enak, sedang tertipu artinya membeli sesuatu dengan harga berlipat, atau menjual sesuatu tidak sesuai dengan harganya. 

Maka barangsiapa yang sehat badannya dan memiliki waktu luang, tetapi ia tidak berusaha untuk kebaikan akhiratnya maka ia laksana orang yang tertipu dalam jual beli. Ironinya, kebanyakan manusia tidak memanfaatkan kesehatan dan waktu luangnya, bahkan sebaliknya malah menggunakannya tidak pada tempatnya. 

Rasulullah SAW bersabda artinya : “raihlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara, masa mudamu sebelum dating masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu”. (HR. Al-Hakim dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Umur manusia adalah masa tanam di dunia, sedangkan masa panennya adalah di akhirat. Karena itu, sungguh amat merugi jika manusia menyia-nyiakan waktunya dan membelanjakan modalnya untuk sesuatu yang tidak berguna. Barangsiapa yang tidak mengetahui besarnya nilai waktu, sungguh akan datang kepadanya suatu masa tentang nilai dan mahalnya waktu serta nilai beramal di dalamnya. Tetapi itu terjadi setelah waktu itu sendiri berlalu. Yang pasti semua manusia akan menyesal dalam dua kondisi, entah menyesal karena keingkarannya atau karena sedikit amalnya. Namun penyesalan itu sudah tiada berguna lagi.

Pertama saat sakaratul maut. 
Ketika itu setiap manusia menginginkan agar diberi sejenak waktu lagi dan diakhirkan ajalnya supaya bias memperbaiki hidupnya yang rusak atau meraih kebaikan yang dahulu ia remehkan.

Kedua di akhirat. 
Yakni ketika setiap amal manusia dibalas, dan ahli syurga dimasukkan ke dalam syurga serta ahli neraka dimasukkan ke dalam neraka. Ketika itu setiap ahli neraka menginginkan jika dikembalikan lagi ke dunia dan memulai hidup baru dengan amal shalih tapi ketika itu semua sudah terlambat, masa amal telah berakhir, yang tinggal hanya pembalasan.

Namun sayang hal ini tidak diperdulikan oleh kebanyakan umat manusia. Bahkan pada saat ini orang begitu masa bodoh dengan nilai waktu dan sering menyia-nyiakannya. Hari-hari berlalu tanpa diperhitungkan pertanggungjawabannya. Padahal tidak sedikitpun waktu berlalu kecuali kita akan ditanya dengan apa mempergunakan detik-detik itu.
Ada memang manusia yang begitu perhatian dengan waktu, bahkan dalam benaknya waktu 24 jam sehari semalam itu kurang, namun semuanya mereka habiskan untuk urusan dunia. Jika demikian maka ia adalah orang yang bodoh. 
Mempersiapkan untuk sesuatu yang singkat dan meninggalkan sesuatu yang abadi. Dia bekerja keras siang malam tak seimbang dengan kemanfaatan yang di dapat untuk dirinya. Paling-paling hanya sekedar nikmatnya makanan di lidah atau kenikmatan materi sesaat lainnya. Dan sesungguhnya itulahgayahidup orang-orang kafir. Allah SWT berfirman : “dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (QS:Muhammad:12)

Dengan memperhatikan hadits diatas, dimana kelak kita akan ditanya tentang 4 perkara, tentang umur kita selama kita hidup didunia ini, kita habiskan masa muda kita untuk apa ? 
Alangkah sangat menyesalnya kita, jika ternyata kita menghabiskan masa muda kita untuk hal-hal yang tidak berguna dan berdosa. 
Kita pun akan sangat menyesal apabila ternyata harta yang kita miliki, kita peroleh dengan cara yang tidak halal dan membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak halal juga. Kita pun akan sangat menyesal kelak, apabila ilmu yang dianugerahkannya, justru malah kita gunakan untuk bermaksiat pada-Nya. Misalnya dengan menggunakan ilmu dan kepandaian kita miliki untuk menipu, memanipulasi dan berbuat kecurangan selama hidup kita.

Karena itu, sebelum terlambat, sebelum kematian mendatangi kita, marilah kita memanfaatkan waktu yang tersisa dari umur kita ini untuk hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita. Marilah kita perbanyak berbuat kebaikan, jangan menunda-nunda amal kebaikan, karena belum tentu besok kita masih punya waktu untuk melaksanakannya. Kita tidak pernah tahu kapan ajal datang menjemput kita. 
Dan alangkah sangat menyesalnya kita, apabila dalam hidup kita yang singkat ini, lebih banyak kita lewati dengan melakukan hal-hal yang akan kita sesali di akhirat kelak. Karena waktu yang sudah lewat, tidak akan pernah bisa kembali lagi.


Kamis, 10 September 2015



Aku belajar mengikhlaskan sesuatu yang menjadi takdirku.
Ku sadar bahwa aku bukanlah yang terpenting dalam hidupmu.
Jujur aku sangat sayang dan cinta padamu.
Aku hanya bisa menjagamu dari kejauhan.
Kuhanya bisa mendoakanmu.
Kebahagiaanmu mungkin bukan dariku.

Saat dimana aku harus mengahadapi semua dengan sendiri .
Meski hati menangis, tak ada pilihan lain selain berusaha tegar.
Keadaan memaksaku harus kuat meski sebenarnya ku tak mampu.

Aku tahu memang aku tak punya apa-apa.
Namun aku mempunyai hati yang tulus.
Aku selalu setia tapi kau dustakan,
Aku selalu mencintai namun kau sakiti,
Aku selalu percaya tapi kau khianati,
Aku selalu tulus tapi kau bohongi,
Aku selalu berharap namun ternyata harapan itu sia-sia.


Terkadang ku terdiam meratapi nasib.
Aku mulai kecewa dengan keadaan ini.
Begitu rumit dan tak aku mengerti apa maksud semua ini.
Punya hatikah kamu ???
Mengertikah perasaanku saat ini ???
Biarkanlah rasa ini tetap untukku.

Mungkin aku ditakdirkan buta, buta untuk melihat lelaki lain selain dirimu.
Berharap untuk memilikimu seutuhnya.
Harapan penuh kesia-siaan. 

Memikirkan engkau yang tidak mau mengerti perasaanku hanyalah menghabiskan banyak waktu terbuang percuma.
Ada satu hal yang tidak dapat aku sembunyikan yaitu “rasa sayang dan cinta”,
Andai aku cuek, itu karena aku sedikit kecewa dengan sikapmu.
Tetapi jujur tidak ada rasa benci sedikit pun, jauh di lubuk hatiku aku selalu memperhatikanmu.
Di balik sikap cuekku aku selalu ingin tahu tentang kamu.

Aku tengah kehilangan konsep kehidupanku sehingga aku merasa mati berulang kali sebelum ajalku datang, itu semua karena hatiku adalah korban dari cinta.

Kamu mungkin akan menyadarinya kelak bahwa semua yang kulakukan adalah untuk kebaikanmu, tapi saat itu semua terjadi mungkin aku sudah tidak bersamamu lagi.

Jika suatu hari nanti aku berhenti mencintaimu, itulah giliranmu untuk mengerti.
Hari ini mungkin aku mencintaimu, tapi mungkin besok takkan ada lagi cinta untukmu.
Mungkin besok kamu yang akan lebih mencintai aku ketika aku telah pergi.


Aku terlihat selalu bahagia itu karena aku mampu menyembunyikan luka dengan tawa.
Sabar itu menyakitkan,
Diam itu menyiksa,
Berbicara pun percuma.

Menyayangi kamu, apakah harus sesakit ini.
Namun aku selalu berpikir apa pun yang terjadi dalam hidupku,
selalu ku berkata Tuhan itu baik.

Ingat suatu saat semua akan berbalik “yang menyakiti akan disakiti, yang melukai akan dilukai, yang meninggalkan akan ditinggalkan” karena ku yakin karma itu ada.


Sekarang aku sadari bahwa selama ini orang yang aku sayangi dengan setulus hati, belum tentu dia juga menyayangiku dengan tulus seperti aku menyayanginya.

Tuhan.... sekarang tugasku telah selesai
Ku serahkan dia padaMu..............
Lindungilah dia Tuhan......
Ketika penjagaanku tak bisa lagi sampai kepadanya.
Kuatkan aku Tuhan.

Sudah ku coba untuk mengerti tapi tetap saja hati ini tersakiti.
Mungkin sebaiknya aku tidak terlalu berharap.
Agar tidak terlalu kecewa seperti sekarang ini.

Bukan cinta ini yang memudar, tapi
Kau yang membuatku terbiasa tanpa perhatianmu,
Kau yang membuatku terbiasa tanpa dirimu,
Kau yang membuat seakan aku tak dibutuhkan dan
Kau pula yang membuat aku seperti tak berarti di matamu.

Begitu indahnya hari-hari yang ku lalui, namun tak seperti indahnya hati ini.
Indahnya bintang-bintang di langit yang menghiasi malam, tapi tak juga seindah batin ini.
Bulan yang menerangi gelapnya bumi tak jua mampu menerangi batinku yang terlanjur kelam karenamu.

Hatiku kini luluh lantak dan hancur berkeping-keping.
Tak mampu terobati lagi
Hatiku terlanjur sakit dan kecewa atas ulahmu.
Namun ku tahan air mata ini.
Ku tahan agar tak meleleh di pipi.

Ku lapangkan dada ini meski ku tahu aku tak mampu
Ku coba tuk selalu tersenyum.
Selalu terlihat ceria di hadapanmu, meski di balik itu sesungguhnya hatiku sangatlah rapuh. 
Entah dengan apa ku ungkapkan isi hatiku, memandangmu pun aku malu.
Semakin kau menatapku rasa hatiku semakin menggebu-gebu.
Apakah ini yang dinamakan cinta, atau hanya halusinasiku saja.
Karena yang ku tau....
Cinta itu tidak menyakitkan
Cinta itu tidak mendustakan

Namun bibirku tak mampu tuk berucap tiga kata untukmu yaitu Aku Cinta Kamu.

Mencintaimu adalah anugrah terindah dalam sejarah hidupku.
Tapi ku sadar siapa aku.
Aku hanyalah insan biasa yang bermimpi akan cinta.
Berkhayal akan bahagia bersamamu.

Ku tak punya harta namun ingin dicinta.
Ku tak punya tahta tapi ingin bahagia.
Bagiku mencintaimu dalam hati itu sudah cukup.

Aku mencintaimu di setiap detak jantungku dalam setiap hembusan nafasku.
Untuk mencintaimu satu detik ku bisa.
Tapi untuk melupakanmu butuh waktu bertahun-tahun.
Ketulusan cintaku kau anggap puisi belaka, kasih sayangku kau balas dengan dusta.
Aku tak menyesal kehilanganmu, aku tak bersedih tak kau cintai setulus hati.
Dan aku tak menangis ketika kau lukai.

Love You :)










Kamis, 06 Agustus 2015


Pengertian iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini cocok dengan makna iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang yang memaknai iman secara bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq) saja tanpa ada unsur menerima dan tunduk. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il muta’addi (butuh objek) (Lihat Syarh Arba’in, hal. 34)

Adapun secara istilah, dalam mendefinisikan iman manusia terbagi menjadi beragam pendapat [dikutip dari Al Minhah Al Ilahiyah, hal. 131-132 dengan sedikit perubahan redaksional] :

Pertama
Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan segenap ulama ahli hadits serta ahlul Madinah (ulama Madinah) – semoga Allah merahmati mereka- demikian juga para pengikut madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Para ulama salaf – semoga Allah merahmati mereka, menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang (lihat Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9).

Kedua
Banyak di antara ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi sebagaimana yang disebutkan oleh Ath Thahawi rahimahullah yang mengatakan bahwa iman itu pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.

Ketiga
Ada pula yang mengatakan bahwa pengakuan dengan lisan adalah rukun tambahan saja dan bukan rukun asli. Inilah pendapat Abu Manshur Al Maturidi rahimahullah, dan Abu Hanifah pun diriwayatkan memiliki sebuah pendapat seperti ini.

Keempat
Sekte Al Karramiyah mengatakan bahwa iman itu hanya pengakuan dengan lisan saja ! Maka dari definisi mereka ini orang-orang munafiq itu dinilai sebagai orang-orang beriman yang sempurna keimanannya, akan tetapi menurut mereka orang-orang munafiq itu berhak mendapatkan ancaman yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka ! Pendapat mereka ini sangat jelas kekeliruannya.

Kelima
Jahm bin Shafwan dan Abul Hasan Ash Shalihi –salah satu dedengkot sekte Qadariyah - berpendapat bahwa iman itu cukup dengan pengetahuan yang ada di dalam hati ! [Dan inilah yang diyakini oleh kaum Jabariyah, lihat. Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 163]. Pendapat ini jauh lebih jelas kerusakannya daripada pendapat sebelumnya ! Sebab kalau pendapat ini dibenarkan maka konsekuensinya Fir’aun beserta kaumnya menjadi termasuk golongan orang-orang yang beriman, karena mereka telah mengetahui kebenaran Musa dan Harun ‘alaihimash sholatu was salam dan mereka tidak mau beriman kepada keduanya. 
Karena itulah Musa mengatakan kepada Fir’aun, Sungguh kamu telah mengetahui dengan jelas bahwa tidaklah menurunkan itu semua melainkan Rabb pemilik langit dan bumi.” (QS. Al Israa’ [17] : 102). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Mereka telah menentangnya, padahal diri mereka pun meyakininya, hal itu dikarenakan sikap zalim dan perasaan sombong. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang melakukan kerusakan itu. (QS. An Naml [27] : 14). 

Bahkan iblis pun dalam pengertian Jahm ini juga termasuk kaum beriman yang sempurna imannya ! Karena ia tidaklah bodoh tentang Rabbnya, bahkan dia adalah sosok yang sangat mengenal Allah (yang artinya), Iblis berkata,’Rabbku, tundalah kematianku hingga hari mereka dibangkitkan nanti.’. (QS. Al Hijr [15] : 36). Dan hakekat kekufuran dalam pandangan Jahm ini adalah ketidaktahuan tentang Allah ta’ala, padahal tidak ada yang lebih bodoh tentang Rabbnya daripada dia!!

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” (Perkataan dua orang imam ini bisa dilihat di Al Wajiz fii ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 101-102) 

Bahkan Imam Bukhari rahimahullah mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” (Lihat Fathul Baari, I/60)

Penjelasan Definisi Iman
‘Iman itu berupa pembenaran hati’ artinya hati menerima semua ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam
‘Pengakuan dengan lisan’ artinya mengucapkan dua kalimat syahadat ‘asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’. 
Sedangkan ‘perbuatan dengan anggota badan’ artinya amal hati yang berupa keyakinan-keyakinan dan beramal dengan anggota badan yang lainnya dengan melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan kemampuannya (Lihat Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9)

Dan salah satu pokok penting dari aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah ialah keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang (Lihat Fathu Rabbbil Bariyah, hal. 102). Hal ini telah ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al Kitab maupun As Sunnah. 

Salah satu dalil dari Al Kitab yaitu firman Allah ta’ala (yang artinya), Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka yang sudah ada. (QS. Al Fath [48] : 4).

Dalil dari As Sunnah di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sosok kaum perempuan, ”Tidaklah aku melihat suatu kaum yang kurang akal dan agamanya dan lebih cepat membuat hilang akal pada diri seorang lelaki yang kuat daripada kalian ini (kaum perempuan).” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Maka ayat di atas menunjukkan penetapan bahwa iman itu bisa bertambah, sedangkan di dalam hadits tersebut terdapat penetapan tentang berkurangnya agama. Sehingga masing-masing dalil ini menunjukkan adanya pertambahan iman. Dan secara otomatis hal itu juga mengandung penetapan bisa berkurangnya iman, begitu pula sebaliknya. Sebab pertambahan dan pengurangan adalah dua hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Tidak masuk akal keberadaan salah satunya tanpa diiringi oleh yang lainnya.

Dengan demikian dalam pandangan ahlus sunnah definisi iman memiliki 5 karakter : keyakinan, ucapan, amal, bisa bertambah, dan bisa berkurang. Atau bisa diringkas menjadi 3 : keyakinan, ucapan, dan amal. Karena amal bagian dari iman, secara otomatis iman bisa bertambah dan berkurang. Atau bisa diringkas lebih sedikit lagi menjadi 2 : ucapan dan amal, sebab keyakinan sudah termasuk dalam amal yaitu amal hati. Wallahu a’lam.

Penyimpangan dalam mendefinisikan iman

Keyakinan bahwa iman bisa bertambah dan berkurang adalah aqidah yang sudah paten, tidak bisa diutak-atik atau ditawar-tawar lagi. Meskipun demikian, ada juga orang-orang yang menyimpang dari pemahaman yang lurus ini. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa orang-orang yang menyimpang tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu : Murji’ah dan Wai’diyah.

Murji’ah tulen mengatakan bahwa iman itu cukup dengan pengakuan di dalam hati, dan pengakuan hati itu menurut mereka tidak bertingkat-tingkat. Sehingga menurut mereka orang yang gemar bermaksiat (fasik) dengan orang yang salih dan taat sama saja dalam hal iman. Menurut orang-orang Murji’ah amal bukanlah bagian dari iman. Sehingga cukuplah iman itu dengan modal pengakuan hati dan ucapan lisan saja. Konsekuensi pendapat mereka adalah pelaku dosa besar termasuk orang yang imannya sempurna. Meskipun dia melakukan kemaksiatan apapun dan meninggalkan ketaatan apapun. Madzhab mereka ini merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij. (lihat Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161-163, Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 162).

Wa’idiyah yaitu kaum Mu’tazilah [Mereka adalah para pengikut Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal (menyempal) dari majelis pengajian Hasan Al Bashri. Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu di dunia dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua posisi (manzilah baina manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman. Akan tetapi menurutnya di akherat mereka akhirnya juga akan kekal di dalam Neraka, lihat Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161-163] 

Khawarij mengatakan bahwa pelaku dosa besar telah keluar dari lingkaran iman. Mereka mengatakan bahwa iman itu kalau ada maka ada seluruhnya dan kalau hilang maka hilang seluruhnya. Mereka menolak keyakinan bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Orang-orang Mu’tazilah dan Khawarij berpendapat bahwa iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan, akan tetapi iman tidak bertambah dan tidak berkurang (lihat Thariqul wushul ila idhahi Tsalatsati Ushul, hal. 169). Sehingga orang Mu’tazilah menganggap semua amal adalah syarat sah iman (lihat catatan kaki Al Minhah Al Ilahiyah, hal. 133). Dengan kata lain, menurut mereka pelaku dosa besar keluar dari Islam dan kekal di neraka (lihat Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 163).

Kedua kelompok ini sudah jelas terbukti kekeliruannya baik dengan dalil wahyu maupun dalil akal. Adapun wahyu, maka dalil-dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangnya iman sudah disebutkan… (Lebih lengkap lihat Fathu Rabbil Bariyah, hal. 103-104).

_________________________________________________________________________________
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id 

Selasa, 16 Juni 2015

Syahadatain adalah rukun Islam yang pertama dan setiap rukun tentu ada syarat sahnya, kalimat yang menentukan apakah dia seorang muslim ataukah bukan, kalimat ini juga adalah pintu gerbangnya islam, barang siapa yang memasukinya maka islamah dia. 
Haruskah kita bersyahadat kembali, bukankah kita sudah islam semenjak kita lahir dan orang tua kitapun islam, dan bukankah kita selalu mengucapaknnya setiap kali kita sholat ? 
Mungkin pertanyaan inilah yang kadang menjadi sebuah perbincangan dikalangan umat islam, maka marilah kita pahami bagaimana menurut Al-qur’an dan hadits serta pendapat para ulama membahas tentang hal ini. 

Allah swt berfirman :

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan) (QS 7:172)
Para mufasirin menafsirkan ayat ini adalah persaksian rububiyahnya Allah, dan setiap anak cucu adam diminta pesaksiannya ketika dialam rahim.
Kemudian Rosululloh saw bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Setiap yang dilahirkan maka ia lahir dalam keadaan fitroh (islam) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang yahudi, nasroni ataupun majusi seperti binatang melahirkan binatang juga, apakah kamu melihat ada kelainan didalamnya( HR bukhori)

Allah swt berfirman :

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
 Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(QS 30:30)

Para ulama mufasiriin ketika menafsirkan kalimat fitroh artinya adalah islam. Maka setiap anak cucu adam lahir dalam keadaan fitroh (islam) sebagaimana disebutkan dalam tafsir ibnu katsir bahwa setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh sampai dia mengungkapkannya (mengikrarkannya) dengan lisannnya, sebagaimana Rosululloh bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ
“Setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh sampai ia mengungkapkannya dengan lisannya” maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang yahudi ataupun nasroni. Kemudian dalam ayat ”tidak ada perubahan pada fitroh itu” artinya adalah tidak ada perubahan dalam fitroh Allah, maka manusialah yang merubah fitroh mereka yang mana Allah telah menciptakan mereka menurut fitrohnya.
Kalaulah kita perhatikan ayat dan hadits diatas menunjukan bukan hanya kedua orang tualah yang bisa menjadikan anaknya seorang yahudi, nashroni, sekuler, dan paham-paham sesat yang lainnya. Akan tetapi lingkungan juga berperan aktif merubah fitroh-fitroh mereka sehingga mereka keluar dari fitrohnya dan menjadi penentang-penentang syari’at Allah.
Para ulama memang menafsirkan kalimat fitroh adalah islam, karena lahir masih dalam keadaan perjanjian yang pertama ketika di alam rahim, akan tetapi dalam ayat tersebut hanya mengikrarkan syahadah rububiyah (bahwa Allah yang menciptakan, mengatur dan mendidik) saja tanpa diikuti oleh persaksian yang kedua yaitu pesaksian kerosulan Nabi muhammad saw, bukan kah seorang muslim tidak cukup hanya mengakui Allah saja tapi harus mengakui akan kerosulan Nabi muhammad saw. Karena dalam hal ini orang orang kafir pun mengakui kerububiyahan Alloh, sebagaimana dalam firman Alloh :
 وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللهُ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(QS 31:25)
Dalam kitab fathul bari ibnu hajar berkata dalam bab ma qiila fi auladil musrikiin bahwa ibnu qoyyim al jauziyah berkata dalam mengomentari hadits” setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh” bukanlah maksud “setiap anak yang lahir maka ia lahir dalam keadaan fitroh” bahwa dia keluar dari perut ibunya mengetahui tentang hal dien ini, karena Alloh swt berfirman :

وَاَللَّه أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُون أُمَّهَاتكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(QS 16:78)
Kemudian beliau melanjutkan, akan tetapi maksudnya adalah menuntut untuk mengetahui dienul islam dan mencintainya, dan fitroh itu sendiri menuntut pengikraran dan kecintaan. Beliau juga berkata bahwa maksudnya adalah setiap anak yang lahir, ia lahir dalam keadaan perjanjian yang pertama atas rububiyahnya Alloh.
Maka ketika sudah mencapai baligh kitapun harus mengikrarkan uluhiyahnya Allah (yaitu satu-satunya illah yang berhak disembah) disertai pengikraran atas kerosulan Nabi muhmmad saw.sebagaimana syaikh sholih bin Abdul aziz bin muhammad bin ibrohim dalam kitab attamhid syarh kitab tauhid mengatakan bahwa persaksian ini adalah persaksian yang diucapkan oleh seorang mukalaf (baligh).
Islam adalah dien yang sesuai dengan fitroh manusia yaitu akan kecenderunganya terhadap kebenaran, maka kedua orang tuanyalah yang harus menjaga kefitrohan anak tersebut hingga dewasa sehingga pada waktunya dia sudah siap menerima tugasnya sebagai manusia dengan dimintanya sebuah perjanjian akan siap menerima dan melaksanakan apa-apa yang menjadi perintah Allah dan Rosulnya serta menjauhi semua bentuk larangannya. 
Kemudian kalaulah kita lihat kembali bahwa dalam persaksian dua kalimah syahadat ada syarat-syaratnya hal ini menunjukan bahwa setiap manusia harus mengikrarkan dua kalimat syahadat . karena hakikat syahadat adalah sebuah pengakuan,membenarkan, pengikraran, perjanjian akan siap mendengar dan taat dengan apa-apa yang Allah dan Rosulnya perintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarangnya. 
Dan seseorang tidak akan membenarkan sesuatu tanpa adanya sebuah ilmu yang akan menghasilkan sebuah keyakinan, keyakinan yang akan menimbulkan sikap menerima dan ikhlas dalam berbuat.
Syahadat juga merupakan persaksian telah sampainya ilmu dan dakwah kepadanya sehingga dia berjanji untuk siap mendengar dan taat, ingatlah ketika Allloh mengambil perjanjian kepada para Nabi. Alloh swt berfirman :

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آَتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi : "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".(QS 3:81)
Kemudian, kita sering bersyahadat dalam sholat, adzan dan lain-lain terus kenapa kita harus bersyahadat kembali ????
Ingatlah, bahwa dalam satu niat tidak boleh ada dua pekerjaan, dan bahwa kalimat syahadat dalam hal tersebut adalah sebagian bacaan dalam sholat dan adzan, bukan niat untuk mengadakan sebuah perjanjian dan persaksian, karena dalam sebuah persaksian ada syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya adanya saksi, orang yang disaksikan dan shigot persaksian, sebagaiman para sahabat melakukannya.

Maka dengan ini wajiblah bagi setiap muslim untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat sekali seumur hidup tentu dengan syarat-syarat dan konsekuensinya yang telah ditetapkan dan dicontohkan oleh para sahabat. 
Maka karena paham islam keturunanlah yang akhirnya umat ini tidak mengerti akan hakikat dua kalimat syahadat yang sebenarnya, yang akhirnya tidak jelaslah wala’ dan bara’nya. Dan ketika mereka diseru kpada Allah mereka enggan dan menyombongkan diri. Sebagaiman dalam firmannya :

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka : "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.(QS 37:35)
Dalam ayat lain :

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ? (QS 5:104)
Pada pembahasan diatas telah dijelaskan bahwa tidaklah cukup hanya mengakui akan kerububiyahan Alloh saja tanpa mengakui akan kerosulan Nabi muhammad saw. Dan yang dimaksud fitroh disini ialah islam ataupun lahir dalam keadaan bertauhid ataupun condong terhadap kebenaran yang mana harus diteruskan dengan perjanjian ataupun persaksian akan keuluhiyahan Allah dan kerosulan Nabi muhammad saw. 
Maka tanyakanlah pada diri kita sudahkah kita bersyahadat ? Kalau sudah kapan ? Kalaulah jawabannya di alam rahim, bukankah itu hanya persaksian rububiyah tanpa adanya persaksian kerosulan Nabi muhammad saw ?
Semoga tulisan ini menjadi kajian kita kembali akan keislaman kita hari ini dan Insya Allah bermanfaat.
Wallohu a’lam bi showab 

Minggu, 14 Juni 2015


Dalam berumah tangga, seringkali ditemukan perselisihan dengan pasangan. Rumah tangga bukanlah seperti panggung drama yang bisa diatur para pemainnya untuk berakting.

Biasanya ketika berumah tangga, kita akan menemukan hal-hal yang membuat kita bertanya “Ihh, kok dia begitu ya?” atau “Ya ampun, saya baru tahu kalau dia begini dan begitu”. Sayangnya, kalimat itu hanya muncul dalam pikiran kita dan realitanya kita pun harus menerima baik buruknya pasangan kita. Karena ketika berumah tangga, kita jadi mengetahui siapa sesungguhnya pasangan hidup yang menemani selama ini.
Berapa banyak wanita yang tidak bisa menerima kondisi pasangannya. Harapan serta angannya terlalu tinggi dalam menginginkan pasangan yang sesuai dengan kriterianya. Namun sayangnya, ketika sudah mendapatkan pasangan, ia menyesal. Ternyata cinta saja tidak cukup Wanita butuh sesuatu yang lain dari pasangannya.
Seperti kata peribahasa, “tidak ada asap, kalau tidak ada api”. Salah satu hal yang dapat membuat wanita berpaling dari pasangan adalah seorang suami yang dayyuts atau tidak memiliki rasa cemburu. Suami seperti ini mengizinkan istrinya bekerja di tempat kerja yang terdapat kemunkaran berupa ikhtilat atau bercampur baur di dalamnya dan berinteraksi tanpa batasan. Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda, “Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat, (yaitu) orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan DAYYUTS.” (HR. Nasai 5 :80-81; Hakim 1: 72, 4 : 146, Baihaqi 10 : 226 dan Ahmad 2 : 134)

Berkaca pada kecemburuan yang dilakukan oleh Saad bin Ubadah Radhiyallahu anhu “Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku niscaya aku akan memukulnya dengan pedang sebagai sangsinya. Nabi Shalallahualaihi Wassallam bersabda, “Apakah kalian takjub dengan cemburunya Saad, sesungguhnya aku lebih cemburu darinya dan Allah lebih cemburu dari padaku”. (HR. Bukhari)
Rasa cemburu yang tidak ada pada diri suami memungkinkan sang istri tergelincir dalam sebuah kesalahan yakni perselingkuhan. Dan tidak adanya rasa cemburu ini yang membuat istri mencari perhatian dari lelaki lain yang bisa lebih memperdulikannya. Wanita lebih peka terhadap perasaannya sedangkan laki-laki peka terhadap logikanya. Maka, suami yang bekerja siang malam dan sibuk dengan segala aktivitasnya yang lain, dirasa oleh sang istri sebagai bentuk ketidakpeduliannya dengan sang istri. Sehingga ketika ada lelaki lain yang bisa mengisi kekosongan hatinya, bisa jadi sang istri berselingkuh dengan laki-laki lain tanpa ia sadari.

Alasan lain yang membuat wanita selingkuh adalah tidak ada keterlibatan sang istri dalam setiap keputusan yang diambil oleh suami. Misalnya ketika suami ada agenda liburan akhir tahun dari kantornya dan sang istri baru diberitahu H-7 sebelum keberangkatannya ke luar kota bersama rekan kerjanya. Dari sinilah bentuk kekecewaan sang istri bermula, ia merasa tidak dianggap sebagai seorang istri yang harusnya terlibat dalam setiap keputusan dalam rumah tangganya. Hatinya pun kecewa, dan ia pun membandingkan suaminya dengan suami-suami lain di luar sana sehingga pintu perselingkuhan pun terbuka.

Hal sepele pun bisa membuat perselingkuhan terjadi pada seorang wanita. Terlebih ketika seorang istri bekerja menjadi Ibu Rumah Tangga, maka sudah tentu waktunya lebih banyak habis di rumah. Dari sinilah kejenuhan bisa muncul, ia mencari hiburan dengan berselancar di dunia maya, menanggapi pesan singkat dari seorang lelaki yang tidak dikenalnya atau bahkan sapaan dari seorang lelaki yang dulu pernah mengisi hatinya.

Duhai para istri Pintu perselingkuhan seringkali menggiurkan di depan mata. Mungkin sering tanpa kita sadari kita sudah mengetuk pintu perselingkuhan tersebut dengan mengawalinya dari ber-whatsappan dengan lawan jenis, menanggapinya dengan emoticon-emoticon yang tak semestinya padahal ketika kita berhadapan langsung, kita seolah menundukkan pandangan, kita seolah wanita yang menjaga pandangan dan tutur kata ketika berhadapan dengan lawan jenis. Namun tanpa sadar dunia maya ternyata bisa membuat kita seperti bunglon yang bisa berubah-ubah. Kita alim ketika bertemu dan berhadapan langsung namun kita liar ketika membalas pesan singkat ketika berchatting, ber-BBM ria dan lain sebagainya.
Sudah banyak fakta membuktikan, istri yang berselingkuh diawali dari dunia maya. Mereka mencari kenikmatan yang semu, nyatanya justru mereka sedang berupaya mengikis satu persatu dinding bangunan rumah tangga yang kokoh terbina selama ini.

Lalu bagaimana mengatasi semua ini ?Kembalilah pada pasangan masing-masing, lihatlah segala bentuk kebaikan dari dalam diri pasangan dan upayakan untuk tetap bersyukur terhadap pasangan yang telah Allah gariskan menjadi teman hidup kita.
Apapun kekurangan pasangan, mungkin kita tidak mendapatkan yang terbaik namun kita masih bisa berupaya untuk mengubah diri dan pasangan untuk sama-sama menjalani biduk rumah tangga yang baik dan dilimpahi kebaikan dari-Nya, insya Allah. (mozaik.inilah)

Jumat, 12 Juni 2015

 

Maaf, Istriku Bukan Jadi Konsumsi Umum


Baiknya istri kita tidak jadi konsumsi umum. Yang biasa terjadi adalah di media sosial seperti Facebook, dll. Ada istri foto selfie sendirian. Ada pula yang memamerkan kemesraan dengan suami di medsos.
Yang terjadi pula istri suka berdandan untuk orang lain ketika keluar rumah. Sedangkan untuk suami ? Dandannya pas-pasan, bahkan lebih senang memamerkan bau keringat daripada kecantikannya.

Begini alasannya …
Seorang suami ketika sudah melakukan akad nikah, berarti perwalian dari orang tua perempuan sudah berpindah padanya. Sehingga nafkah istri sepenuhnya jadi tanggung jawab suami.
Nah … jika demikian berarti kecantikan istri secara mutlak milik suami dong.
Jika demikian, apakah layak istri itu diobral, ditonton banyak orang ? Setiap orang boleh menikmati kecantikannya ?
Kalau penulis sendiri lebih senang kecantikan dan keelokan istri jadi milik suami. Bukan diumbar di depan umum. Tidak pula dengan menyuruh istri berdandan ketika keluar rumah.
Salah satu contoh istri teladan adalah Ummu Sulaim yang memiliki nama asli Rumaysho. Meskipun anaknya kala itu meninggal dunia, ia masih tetap berdandan cantik untuk suaminya. Dandanannya itu spesial untuk suaminya, bukan yang lainnya. Kisahnya sebagai berikut.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ مَاتَ ابْنٌ لأَبِى طَلْحَةَ مِنْ أُمِّ سُلَيْمٍ فَقَالَتْ لأَهْلِهَا لاَ تُحَدِّثُوا أَبَا طَلْحَةَ بِابْنِهِ حَتَّى أَكُونَ أَنَا أُحَدِّثُهُ – قَالَ – فَجَاءَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ عَشَاءً فَأَكَلَ وَشَرِبَ – فَقَالَ – ثُمَّ تَصَنَّعَتْ لَهُ أَحْسَنَ مَا كَانَ تَصَنَّعُ قَبْلَ ذَلِكَ فَوَقَعَ بِهَا فَلَمَّا رَأَتْ أَنَّهُ قَدْ شَبِعَ وَأَصَابَ مِنْهَا قَالَتْ يَا أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ قَالَ لاَ. قَالَتْ فَاحْتَسِبِ ابْنَكَ. قَالَ فَغَضِبَ وَقَالَ تَرَكْتِنِى حَتَّى تَلَطَّخْتُ ثُمَّ أَخْبَرْتِنِى بِابْنِى. فَانْطَلَقَ حَتَّى أَتَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ بِمَا كَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « بَارَكَ اللَّهُ
لَكُمَا فِى غَابِرِ لَيْلَتِكُمَا ». قَالَ فَحَمَلَتْ
Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Thalhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu Thalhah tentang anaknya sampai aku yang memberitahukan padanya.”
Diceritakan bahwa ketika Abu Thalhah pulang, istrinya Ummu Sulaim kemudian menawarkan padanya makan malam. Suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun menyetubuhi Ummu Sulaim. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas dan telah menyetubuhi dirinya, ia pun berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Thalhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.”
Abu Thalhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?”
Abu Thalhah pun bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendo’akan, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian itu.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi. (HR. Muslim no. 2144)
Kenapa dandanan istri hanya untuk suaminya, bukan jadi konsumsi umum? Lihatlah perintah Allah,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzab: 33). Maqatil bin Hayan mengatakan bahwa yang dimaksud berhias diri adalah seseorang memakai khimar (kerudung) di kepalanya namun tidak menutupinya dengan sempurna. Dari sini terlihatlah kalung, anting dan lehernya. Inilah yang disebut tabarruj (berhias diri) ala jahiliyyah. Silakan kaji dari kitab Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 183 (terbitan Dar Ibnul Jauzi).
Itu tanda wanita shalihah tidaklah suka dandan keluar rumah. Dandanan cantiknya spesial untuk suaminya saja.
Jika Anda -para suami- mendapati istri yang disayangi, yang selalu menjaga kecantikannya hanya untuk suami saja, maka bersyukurlah. Karena itulah ciri-ciri wanita terbaik sebagaimana disebut dalam hadits berikut ….

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 432. Al-Hafizh Abu Thahir menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Bandingkan dengan wanita saat ini, bahkan yang sudah berhijab. Mereka lebih ingin jadi konsumsi umum daripada untuk suaminya sendiri. Itulah bedanya wanita muslimah dahulu yang shalihah dengan yang sekarang yang semakin rusak.
Semoga Allah beri hidayah pada para istri untuk menjadi istri shalihah serta membahagiakan suami dan keluarga.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Jumat, 15 Mei 2015



Sering banyak tudingan bahwa poligami dilakukan karena mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Namun apakah poligami yang dilakukan Nabi SAW sama dengan yang dilakukan kita sekarang ini ???

Menarik untuk diketahui, seperti dijelaskan Quraish Shihab, ternyata semua istri Rasulullah SAW setelah Khadijah wafat adalah janda-janda yang berusia di atas 45 tahun, kecuali Aisyah RA.

Janda-janda itu menjelang "senja"; tidak lagi memiliki daya tarik memikat. Pernikahan itu untuk tujuan menyukseskan dakwah atau membantu dan menyelamatkan para perempuan yang kehilangan suami.

Berikut ini profil para ummul mukminin selain Khadijah dan Aisyah:

* Saudah binta Zam'ah RA, seorang wanita tua, suaminya meninggal di perantauan (Etiopia) sehingga ia terpaksa kembali ke Makkah menanggung beban kehidupan bersama anak-anaknya dengan risiko dipaksa murtad.

* Hindun binti Abi Umayyah RA, yang dikenal dengan Ummu Salamah, semula bersuamikan Abdullah al Makhzumi, yang terluka parah dalam perang Uhud kemudian syahid. Ia sudah berumur, sampai-sampai pada mulanya Ummu Salamah RA menolak lamaran Rasul SAW sebagaimana telah menolak lamaran Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Demi meraih kehormatan dipersunting pesuruh Allah (Rasulullah SAW) dan demi anak-anaknya, ia menerima pinangan Rasulullah.

* Ramlah, putri Abu Sufyan RA, meninggalkan orang tuanya untuk berhijrah ke Habasyah (Etiopia) bersama suaminya. Tapi suaminya kemudian memeluk agama Nasrani di sana dan menceraikannya, sehingga ia hidup sendiri di perantauan. Maka melalui Negus, penguasa Etiopia, Nabi SAW melamarnya dengan harapan mengangkatnya dari jurang penderitaan, sekaligus menjalin hubungan dengan ayahnya yang ketika itu merupakan salah satu tokoh utama kaum musyrikin di Makkah.

* Huriyah binti Alharis RA, adalah putri kepala suku dan termasuk salah seorang yang ditawan pasukan Islam. Nabi SAW menikahinya sambil memerdekakannya dengan harapan kaum Muslimin dapat membebaskan para tawanan yang mereka tawan. Dan, seperti yang Beliau harapkan, semua tawanan yang dibebaskan pada akhirnya memeluk agama Islam.

* Hafshah adalah putri Umar Ibnul al-Khaththab RA. Ketika suaminya wafat, ayahnya merasa sedih melihat anaknya hidup sendiri, maka ia 'menawarkan' putrinya kepada Abu Bakar RA untuk dipersuntingnya. Namun yang ditawari tidak menyambut, maka tawaran diajukan kepada Utsman bin Affan, yang juga menolaknya. Ketika itu Umar RA mengadukan kesedihannya kepada Nabi SAW. Rasulullah kemudian meminang Hafshah RA untuk dirinya demi persahabatan dan demi tidak membedakan Umar RA dengan sahabatnya Abu Bakar RA putrinya, yakni Aisyah RA, juga dinikahi Rasulullah SAW.

* Shafiyah binti Huyay RA, putri pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang ditawan setelah kekalahan mereka dalam pengepungan yang dilakukan oleh Nabi SAW, diberi pilihan kembali kepada keluarganya atau tinggal bersama Nabi SAW dalam keadaan bebas merdeka. Dia memilih untuk tinggal bersama Nabi SAW. Di rumah itu, Shafiyah hidup terhormat sampai suatu ketika Nabi SAW mendengar seseorang yang memakinya bertubuh pendek. Nabi SAW menghibur Shafiyah sambil mengecam dengan keras pemakinya.

* Zaenab binti Jahesy RA, sepupu Nabi Muhammad SAW, dinikahkan langsung oleh Nabi SAW dengan bekas anak angkat dan budak beliau Zaid ibnu Haritsah RA. Rumah tangga mereka tidak bahagia, sehingga mereka bercerai dan sebagai penanggungjawab pernikahan itu Nabi Muhammad SAW manikahinya atas perintah Allah SWT, sekaligus untuk membatalkan adat Jahiliyah yang menganggap anak angkat sebagai anak kandung, sehingga ayah angkatnya tidak boleh menikahi bekas istri anak angkatnya itu. (QS Al Ahzab [33]: 36-37).

* Zainab binti Khuzaimah RA, suaminya gugur dalam perang Uhud dan tidak seorang pun -dan kaum muslimin ketika itu- yang berminat, maka Nabi Muhammad SAW pun menikahinya.

Itulah istri-istri Nabi Muhammad SAW yang keseluruhannya janda kecuali Aisyah RA dan yang beliau nikahi setelah bermonogami hingga usia 50 tahun lebih.(mozaik.inilah.com)


Sabtu, 18 April 2015

Sahabat "mata jendela hatiku" yang baik,,,,,,

Dalam berbagai aktivitas dan pola kehidupan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memang sudah dirancang oleh Allah subhaanahu wa ta’ala sebagai contoh teladan yang baik (uswah hasanah) bagi semua manusia. Teladan ini mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk dalam hal pola makan yang bermuara pada kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Kesehatan merupakan aset kekayaan yang tak ternilai harganya. Ketika nikmat kesehatan dicabut oleh Allah subhaanahu wa ta’ala, maka manusia rela mencari pengobatan dengan biaya yang mahal bahkan ke tempat yang jauh sekalipun. Sayangnya, hanya sedikit orang yang penduli dan memelihara nikmat kesehatan yang Allah subhaanahu wa ta’ala telah anugerahkan sebelum dicabut kembali oleh-Nya.


Asupan awal kedalam tubuh Rasulullah adalah udara segar pada waktu subuh. Beliau bangun sebelum subuh dan melaksanakan qiyamul lail. Para pakar kesehatan menyatakan, udara sepertiga malam terakhir sangat kaya dengan oksigen dan belum terkotori oleh zat-zat lain, sehingga sangat bermanfaat untuk optimalisasi metabolisme tubuh. Hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Dua nikmat yang sering kali manusia tertipu oleh keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang”. (HR. Bukhari no. 6412).

Dalam hadist lain disebutkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda :  “Nikmat yang pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak adalah ketika dikatakan kepadanya, “Bukankah Aku telah menyehatkan badanmu serta memberimu minum dengan air yang menyegarkan ?” (HR. Tirmidzi: 3358. dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani).


Seumur hidupnya, Rasulullah hanya pernah mengalami sakit dua kali sakit. Pertama, ketika diracun oleh seorang wanita Yahudi yang menghidangkan makanan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam di Madinah. Kedua, ketika menjelang wafatnya.

Dengan mencontoh pola makan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, kita sebenarnya sedang menjalani terapi pencegahan penyakit dengan makanan.

Hal itu jauh lebih baik dan murah daripada harus berhubungan dengan obat-obat kimia senyawa sintetik yang hakikatnya adalah racun, berbeda dengan pengobatan alamiah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam melalui makanan dengan senyawa kimia organik.


Beberapa gambaran pola hidup sehat Rasulullah berdasarkan berbagai riwayat yang bisa dipercaya, sebagai berikut :
  1. Di pagi hari, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi. Organ tubuh tersebut merupakan organ yang sangat berperan dalam konsumsi makanan. Apabila mulut dan gigi sakit, maka biasanya proses konsumsi makanan menjadi terganggu.
  2. Di pagi hari pula Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam membuka menu sarapannya dengan segelas air dingin yang dicampur dengan sesendok madu asli. Khasiatnya luar biasa. Dalam Al Qur’an, madu merupakan syifaa (obat) yang diungkapkan dengan isim nakiroh menunjukkan arti umum dan menyeluruh. Pada dasarnya, bisa menjadi obat berbagai penyakit. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi untuk membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sembelit, wasir dan peradangan. “Minuman yang paling disukai Rasulullah saw adalah minuman manis yang dingin.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi `Umar, dari Sufyan, dari Ma’mar, dari Zuhairi, dari `Urwah, yang bersumber dari `Aisyah r.a.) 
  3. Masuk waktu dhuha (pagi menjelang siang), Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam senantiasa mengonsumsi tujuh butih kurma ajwa’ (matang). Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barang siapa yang makan tujuh butir kurma, maka akan terlindungi dari racun”. Hal itu terbuki ketika seorang wanita Yahudi menaruh racun dalam makanan Rasulullah pada sebuah percobaan pembunuhan di perang khaibar. Racun yang tertelan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam kemudian dinetralisir oleh zat-zat yang terkandung dalam kurma. Salah seorang sahabat, Bisyir ibu al Barra’ yang ikut makan tersebut akhirnya meninggal, tetapi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam selamat dari racun tersebut.
  4. Menjelang sore hari, menu Rasulullah biasanya adalah cuka dan minyak zaitun. Selain itu, Rasulullah juga mengonsumi makanan pokok seperti roti. Manfaatnya banyak sekali, diantaranya mencegah lemah tulang, kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit, menghancurkan kolesterol dan melancarkan pencernaan. Roti yang dicampur cuka dan minyak zaitun juga berfungsi untuk mencegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim dingin. “Keluarga Nabi saw tidak pernah makan roti sya’ir sampai kenyang dua hari berturut-turut hingga Rasulullah saw wafat.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin al Matsani, dan diriwayatkan pula oleh Muhammad bin Basyar, keduanya menerima dari Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah, dari Ishaq, dari Abdurrahman bin Yazid, dari al Aswad bin Yazid, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)  Sya’ir,khintah dan bur, semuanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan “gandum” sedangkan sya’ir merupakan gandum yang paling rendah mutunya. Kadang kala ia dijadikan makanan ternak, namun dapat pula dihaluskan untuk makanan manusia. Roti yang terbuat dari sya’ir kurang baik mutunya sya’ir lebih dekat kepada jelai daripada gandum.  Abdurrahman bin Yazid dan al Aswad bin Yazid bersaudara, keduanya rawi yang tsiqat.”Rasulullah saw. tidak pernah makan di atas meja dan tidak pernah makan roti gandum yang halus, hingga wafatnya.”(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari’Abdullah bin `Amr –Abu Ma’mar-,dari `Abdul Warits, dari Sa’id bin Abi `Arubah, dari Qatadah, yang bersumber dari Anas r.a.)  Rasulullah bersabda: “Saus yang paling enak adalah cuka.” Abdullah bin `Abdurrahman berkata : “Saus yang paling enak adalah cuka.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Shal bin `Askar dan `Abdullah bin`Abdurrahman,keduanya menerima dari Yahya bin Hasan,dari Sulaiman bin Hilal, Hisyam bin Urwah, dari bapaknya yang bersumber dari `Aisyah r.a.) Rasulullah saw bersabda : “Makanlah minyak zaitun dan berminyaklah dengannya. Sesungguhnya ia berasal dari pohon yang diberkahi.”(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Ahmad az Zubair, dan diriwayatkan pula oleh Abu Nu’aim, keduanya menerima dari Sufyan, dari ` Abdullah bin `Isa, dari seorang laki-laki ahli syam yang bernama Atha’, yang bersumber dari Abi Usaid r.a.) 
  5. Di malam hari, menu utama makan malam Rasulullah adalah sayur-sayuran. Beberapa riwayat mengatakan, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam selalu mengonsumsi sana al makki dan sanut. Menurut Prof. Dr. Musthofa, di Mesir deudanya mirip dengan sabbath dan ba’dunis. Mungkin istilahnya cukup asing bagi orang di luar Arab, tapi dia menjelaskan, intinya adalah sayur-sayuran. Secara umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama yaitu menguatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit. 
  6. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak langsung tidur setelah makan malam. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. Caranya juga bisa dengan shalat. 
  7. Disamping menu wajib di atas, ada beberapa makanan yang disukai Rasulullah tetapi tidak rutin mengonsumsinya. Diantaranya, tsarid yaitu campuran antara roti dan daging dengan kuah air masak. Beliau juga senang makan buah yaqthin atau labu air, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula. Kemudian, beliau juga senang makan buah anggur dan hilbah (susu).  “Nabi saw memakan qitsa dengan kurma (yang baru masak).”(Diriwayatkan oleh Isma’il bin Musa al Farazi, dari Ibrahim bin Sa’id, dari ayahnya yang bersumber dari `Abdullah bin Ja’far r.a.) Qitsa adalah sejenis buah-buahan yang mirip mentimun tetapi ukurannya lebih besar (Hirbis) “Sesungguhnya Nabi saw memakan semangka dengan kurma (yang baru masak)”(Diriwayatkan oleh Ubadah bin `Abdullah al Khaza’i al Bashri, dari Mu’awiyah bin Hisyam,dari Sufyan, dari Hisyam bin `Urwah, dari bapaknya, yang bersumber dari `Aisyah r.a.) 
  8. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sering menyempatkan diri untuk berolahraga. Terkadang beliau berolahraga sambil bermain dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Pernah pula Rasulullah lomba lari dengan istri tercintanya, Aisyah radiyallahu’anha. 
  9. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menganjurkan umatnya untuk begadang. Hal itu yang melatari, beliau tidak menyukai berbincang-bincang dan makan sesudah waktu isya. Biasanya beliau tidur lebih awal supaya bisa bangun lebih pagi. Istirahat yang cukup dibutuhkan oleh tubuh karena tidur termasuk hak tubuh. 
  10. Pola makan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ternyata sangat cocok dengan irama biologi berupa siklus pencernaan tubuh manusia yang oleh pakar kesehatan disebut circadian rhytme (irama biologis).
Fakta-fakta di atas menunjukkan pola makan Rasulullah ternyata sangat cocok dengan irama biologi berupa siklus pencernaan tubuh manusia yang oleh pakar kesehatan disebut circadian rhytme (irama biologis). Inilah yang disebut dengan siklus alami tubuh yang menjadi dasar penerapan Food Combining (FC).
Ini pun adalah diet Rasullulah SAW kita juga. Ustaz Abdullah Mahmood mengungkapkan, Rasullulah tak pernah sakit perut sepanjang hayatnya karena pandai menjaga makanannya sehari-hari. Insya Allah kalau anda ikut diet Rasullullah ini, anda takkan menderita sakit perut ataupun keracunan makanan.

Selain itu, ada beberapa makanan yang dianjurkan untuk tidak dikombinasikan untuk dimakan secara bersama-sama. Makanan-makanan tersebut antara lain :
  1. Jangan minum SUSU bersama DAGING
  2. Jangan makan DAGING bersama IKAN
  3. Jangan makan IKAN bersama SUSU
  4. Jangan makan AYAM bersama SUSU
  5. Jangan makan IKAN bersama TELUR
  6. Jangan makan IKAN bersama DAUN SALAD
  7. Jangan makan SUSU bersama CUKA
  8. Jangan makan BUAH bersama SUSU
Ini juga penting bagi kita :
  1. Sebaiknya hindari makan buah setelah makan nasi, makanlah buah terlebih dahulu baru beberapa saat kemudian makan nasi.
  2. Tidur satu jam setelah makan malam baru kemuadin tidur.
  3. Jangan sesekali tinggalkan makan malam. Barang siapa yang meninggalkan makan malam dia akan dimakan oleh usia dan kolesterol dalam badan akan berganda.
Sepertinya sulit bagi yang telah terbiasa makan dengan pola dan cara yang salah. Tapi, kalau sahabat tidak percaya, silahkan untuk dicoba  :)

Dalam kitab juga melarang kita makan makanan darat bercampur dengan makanan laut. Nabi pernah mencegah kita makan ikan bersama susu. karena akan cepat mendapat penyakit. Ini terbukti oleh ilmuwan yang menemukan bahwa dalam daging ayam mengandung ion+ sedangkan dalam ikan mengandung ion-, jika dalam makanan kita ayam bercampur dengan ikan maka akan terjadi reaksi biokimia yang akan dapat merusak usus kita.

Islam juga mengajarkan kita menjaga kesehatan seperti membuat amalan antara lain :
  1. Mandi Pagi sebelum subuh, sekurang kurangnya sejam sebelum matahari terbit. Air sejuk yang meresap kedalam badan dapat mengurangi penimbunan lemak. Kita boleh saksikan orang yang mandi pagi kebanyakan badan tak gemuk.
  2. Rasulullah mengamalkan minum segelas air sejuk (bukan air es) setiap pagi. Mujarabnya Insya Allah jauh dari penyakit (susah mendapat sakit).
  3. Waktu sembahyang subuh disunatkan kita bertafakur (yaitu sujud sekurang kurangnya semenit setelah membaca doa). Kita akan terhindar dari sakit kepala atau migrain. Ini terbukti oleh para ilmuwan yang membuat kajian kenapa dalam sehari perlu kita sujud. Ahli-ahli sains telah menemui beberapa milimeter ruang udara dalam saluran darah di kepala yg tidak dipenuhi darah. Dengan bersujud maka darah akan mengalir keruang tersebut.
  4. Nabi juga mengajar kita makan dengan tangan dan bila habis hendaklah menjilat jari. Begitu juga ahli saintis telah menemukan bahwa enzyme banyak terkandung di celah jari jari, yaitu 10 kali ganda terdapat dalam air liur. (enzyme sejenis alat percerna makanan)
Sahabat yang disayang Allah, mungkin kita merasa lebih jelek dan tidak menarik saat berat badan bertambah tak henti-hentinya. Lalu dengan susah payah melakukan semua caar untuk mendapatkan berat ideal. Tapi sebenarnya, jika kita sehat dengan badan gemuk itu, lantas kenapa lagi ? Bukankah semakin kita mencoba untuk kurus itu pertanda bahwa kita kurang bersyukur ?

Sahabat pasti tahu, bahwa di luar sana banyak sekali wanita-wanita yang bertubuh sangat kurus berusaha sekuat tenaga untuk menaikkan berat badannya, makan apa saja, minum susu penambah berat badan, dan lain sebagainya. Namun, jika memang dasarnya sudah kurus, mau diapakan juga akan tetap seperti itu.

Maka dari itu, tugas kita sekarang bukanlah melakukan hal apa saja untuk menurunkan berat badan, melainkan menjaga pola hidup sehat seperti Rasulullah. Karena jika kita menerapkannya, berat badan ideal itu pasti akan kita peroleh sebagai hadiah. Dengan catatan harus ikhlas karena Allah. Jika kita memaksakan diri untuk diet hanya karena takut menjadi tidak menarik, Allah justru akan semakin menjauhkan kita dari apa yang kita inginkan.

Semoga Bermanfaat
Salam Sayangku..... :)

Kamis, 16 April 2015


Hati adalah tempat terdalam dari diri manusia yang dapat di katakan sebagai pusat terbentuknya kepribadian kita.
Hati merupakan sebongkah karunia dari Allah, karena dengan adanya hati kita dapat merasakan adanya kekecewaan, kemarahan, kebahagiaan, serta kesedihan dan lain sebagainya.
Adakalanya, seseorang berada pada saat-saat yang menyenangkan, tetapi, ada pula kita akan berada pada posisi yang tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjdai takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya.

Tetapi, Allah Ta’ala juga telah memberikan solusi-solusi kepada manusia tentang bagaimana cara mengatasi rasa galau atau rasa sedih yang sedang menghampiri jiwa. Karena dengan stabilnya jiwa, tentu setiap orang akan mampu bergerak dalam perkara-perkara positif, sehingga dapat membuat langkah-langkahnya menjadi lebih bermanfaat, terutama bagi dirinya lalu untuk orang lain.

Berikut ini adalah kunci dalam mengatasi rasa galau :

1. Istigfar
Hal pertama yang paling mudah dan tak jarang juga selalu terlupakan adalah istigfar, atau memohon ampun kepada Allah secara spontan.
Karena, bila kegalauan datang maka perilaku seseorang menjadi tak terkontrol dengan baik dan dapat mengarahkan kita kepada emosi yang tak bermanfaat.
Sangat dianjurkan untuk selalu mengucap "astagfirullahal adziym, alladzi laa illaaha' illaullahuwal hayulqoyum wa' atubuu illaiih" di setiap waktu untuk menjaga hati bila sewaktu-waktu ada hal buruk tak terduga. (nauzubillah)

2. Sabar

Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi cobaan yang tiada henti adalah dengan meneguhkan jiwa dalam bingkai kesabaran. Karena dengan kesabaran itulah seseorang akan lebih bisa menghadapi setiap masalah berat yang mendatanginya.

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah 153).
Selain menenangkan jiwa, sabar juga dapat menstabilkan kacaunya akal pikiran akibat beratnya beban yang dihadapi.

2. Berwudhu

Wudhu bukan hanya membersihkan raga, tetapi juga hati bila kita lakukan dengan ikhlas lillahi ta'alla.
Manfaat berwudhu juga dapat langsung kita rasakan setelah melakukannya, yaitu kesegaran dari air suci yang kita gunakan untuk mebasuh beberapa anggota tubuh kita.

3. Sholat

Bukan hanya sholat wajib (fardu') saja yang dapat menenangkan hati, sholat sunnah pun akan bermanfaat sama bila kita sungguh-sungguh dan benar-benar khusyuk mengerjakannya.
Karena sholat adalah titik terdekat kita kepada sang Khalik, Allahu ya karim. Dan sholat memberikan beragam manfaat yang insyaAllah kita dapatkan.

4. Adukanlah semua itu kepada Allah

Ketika seseorang menghadapi persoalan yang sangat berat, maka sudah pasti akan mencari sesuatu yang dapat dijadikan tempat mengadu dan mencurahkan isi hati yang telah menjadi beban baginya selama ini. Allah sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari : “Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah 5).

Mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang banyak sekali dalam mengeluh, tentu ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka semua itu akan meringankan beban berat yang selama ini kita derita.
Rasulullah shalallahi alaihi wasallam ketika menghadapi berbagai persoalan pun, maka hal yang akan beliau lakukan adalah mengadu ujian tersebut kepada Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah tempat bergantung bagi setiap makhluk.

5. Positive thinking

Positive thinking atau berpikir positif, perkara tersebut sangatlah membantu manusia dalam mengatasi rasa galau yang sedang menghinggapinya. Karena dengan berpikir positif, maka segala bentuk-bentuk kesukaran dan beban yang ada pada dalam diri menjadi terobati karena adanya sikap bahwa segala yang kesusahan-kesusahan yang dihadapi, pastilah mempunyai jalan yang lebih baik yang sudah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya : “Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs Al-Insyirah 5-6).

6. Dzikrullah (Mengingat Allah)

Orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan. Tentunya akan menjadikan nilai positif bagi dirinya, terutama dalam jiwanya. Karena dengan mengingat Allah segala persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan. Dan sudah merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.

Sebagaimana firman-Nya : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram” (Qs Ar-Ra’du 28).

Berbeda dengan orang-orang yang lalai kepada Allah, yang di mana jiwa-jiwa mereka hanya terisi dengan rasa kegelisahan, galau, serta kecemasan semata. Tanpa ada sama sekali yang bisa menenangkan jiwa-Nya.

7. Membaca Al-Qur'an

Melantunkan ayat suci Al-Qur'an juga dapat menimbulkan benih ketentraman dalam jiwa yang berpengaruh pada hati. Ini di sebabkan kandungan arti dalam ayat yang terserap oleh rohani kita membuahkan aura positif, tentu saja di iringi dengan kemauan yang kuat untuk mebaca agar mendapat nilai yang maksimal.

8. Menyayangi orang miskin

Rasulullah memerintahkan kepada Muslim yang punya kelebihan harta untuk memberikan perhatian kepada orang miskin. Ternyata, sikap dermawan itu boleh mendatangkan ketenangan jiwa. 
Mengapa ?
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa para Malaikat selalu mendoakan orang-orang dermawan : Rasulullah  bersabda yang maksudnya : “Setiap pagi hari dua Malaikat senantiasa mendampingi setiap orang. Salah satunya mengucapkan do'a: ' Ya Allah …. Berikanlah balasan kepada orang yang bersedekah. Dan Malaikat yang kedua pun berdo'a :' Ya Allah … Berikanlah kepada orang yang kedekut itu kebinasaan."

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang dermawan itu memperoleh dua balasan. Pertama, ia mendapatkan ganjaran atas apa yang diberikannya kepada orang lain. Kedua, mendapatkan limpahan ketenangan jiwa dan belas kasihan dari Allah SWT.

9. Melihat orang yang di bawah, jangan lihat orang di atas

Ketenangan jiwa akan diperoleh jika kita senantiasa bersyukur atas segala pemberian Allah SWT, meskipun nampak sedikit. Rasa syukur itu akan muncul bila kita senantiasa melihat orang-orang yang lebih rendah taraf kehidupannya dari kita, baik dalam segi harta kekayaan, tahap kesehatan, wajah kita, pekerjaan dan pendidikannya. Betapa ramai di dunia ini orang yang kurang bernasib baik.

Rasa syukur itu selain mendatangkan ketenangan jiwa, juga akan mendapat ganjaran dari Allah s.w.t.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud : "Siapa yang tidak bersyukur dengan pemberian yang sedikit, dia juga tidak akan bersyukur dengan pemberian yang banyak. Siapa yang tidak mensyukuri manusia, bererti dia juga tidak mensyukuri Allah. Memperkatakan nikmat Allah adalah tanda syukur, dan mengabaikannya adalah kufur. Berjemaah itu dirahmati, sedangkan berpecah belah itu mengundang azab." (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad)

10. Menjaga hubungan silaturahim

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memerlukan perhubungan sesama manusia, untuk bantu membantu sesama mereka. Berbagai keperluan hidup tak mungkin diperolehi tanpa bantuan orang lain. Oleh itu, di dalam hadis Rasulullah s.a.w diperintahkan untuk tetap menjalin hubungan silaturahim, sekalipun terhadap orang yang melakukan permusuhan.

Rasulullah juga pernah bersabda bahwa silaturahmi dapat memanjangkan umur dan memurahkan rezeki . Hubungan yang baik di dalam keluarga, maupun dengan jiran tetangga akan mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kemesraan. Hubungan yang baik itu juga akan menyelesaikan berbagai masaalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Rasulullah bersabda yang bermaksud, "Barangsiapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara. Hendaklah dia bersilaturahim (menjalinkan hubungan baik) nescaya keluarganya akan mencintainya, diperluas baginya rezeki, ditambah umurnya dan Allah s.w.t. memasukkan ke dalam Syurga."(Hadis Riwayat Ar-Rabii)

11. Mengatakan kebenaran walaupun ianya pahit didengar

Hidup ini harus dijaga agar senantiasa berada di atas jalan kebenaran. Kebenaran harus diperjuangan. Pelanggaran terhadap kebenaran akan mendatangkan kegelisahan. Ketenangan jiwa akan terbina apabila kita tidak melanggar nilai-nilai kebenaran. Sebaliknya, pelanggaran terhadap kebenaran akan berpengaruh terhadap ketenangan jiwa. Lihat saja orang-orang kerap berbuat maksiat, kehidupannya dipengaruhi kegelisahan.

12. Sentiasa berlapang dada terhadap kecaman orang lain asalkan yang kita lakukan benar-benar kerana Allah

Salah satu faktor yang membuat jiwa seseorang tidak tenang adalah kerena selalu mengambil perhatian kecaman orang lain terhadap dirinya. Sedangkan seseorang akan memiliki pendirian yang kuat jika berpegang kepada prinsip-prinsip yang datang dari Allah SWT yaitu Islam sebagai cara hidup. Sekiranya kita ikuti apa yang berlaku di dunia sekarang ini, ianya akan menganggu ketenagan jiwa kita.

13. Tidak meminta-minta kepada orang lain

"Tangan di atas (memberi) lebih mulia dari tangan di bawah" adalah hadis Rasulullah yang memotivasi setiap mukmin untuk hidup berdikari.

Tidak bergantung dan meminta-minta kepada orang lain, kerana jiwanya akan kuat dan sikapnya lebih berani dalam menghadapi kehidupan. Sebaliknya, orang yang selalu meminta-minta menggambarkan jiwa yang lemah. Hal ini tentu membuat jiwanya tidak tenang.

14. Menjauhkan diri dari berhutang

Dalam sebuah hadis Rasulullah dengan tegas mengatakan : “Janganlah engkau jadikan dirimu ketakutan setelah merasakan keamana” (Para sahabat) bertanya:" Bagaimana boleh terjadi seperti itu" Sabdanya : " Karena hutang.”
Begitulah kenyataannya. Orang yang berhutang akan senantiasa bimbang dan risau, kerena ia akan didatangi oleh orang yang memberi hutang kepadanya. Inilah salah satu faktor yang membuat banyak orang mengalami tekanan jiwa.
Rasulullah s.a.w juga mengatakan dalam hadisnya : “Hendaklah kamu jauhi hutang, kerena hutang itu menjadi beban fikiran di malam hari dan rasa rendah diri di siang hari."

Tapi semua di atas kembali pada diri kita masing-masing, karena beragam masalah memiliki beragam jalan keluarnya juga.

Akhiru kallam, saya harap kita dapat saling bercerminkan diri agar dapat memperbaiki diri agar menjadi manusia yang selalu bartambah kebaikan di mata Allah S.W.T

Semoga dapat memberikan manfaat sebaik mungkin.
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!