Rabu, 21 September 2016




Doa Tatkala Dirundung Gundah, Sedih, Dan Perasaan Tidak Menentu

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي



Allaahumma innii abduka wabnu 'abdika wabnu amatik, naashiyatii biyadik, maadlin fiyya hukmuk, adlun fiyya qadlaauk, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahuu fii kitaabika, au 'allamtahu ahadan min khalqika, awis ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi .indaka, an taj'alal Qur'aana rabii'a qalbii wanuura shadrii wajalaa'a huzni wa dzahaaba hammii


Artinya : "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku." 

Doa di atas didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seseorang tertimpa kegundahan dan kesedihan lalu berdoa (dengan doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kegelisahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan. 

Ibnu Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, Ya Rasulallah, bolehkah kita mempelajarinya ? Beliau menjawab, Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya." (HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391, 452, Al-Hakim dalam Mustadraknya I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47, Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 10198 –dari Maktabah Syamilah-. 
Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan dishahihkan oleh Al-Albani  dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119 no. 124 dan Silsilah Shahihah no. 199.)

Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar (laki-laki), Ana Abduka (aku hamba laki-laki-Mu), Ibnu Abdika Wabnu Amatik (anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba perempuan-Mu).  
Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz tersebut tepat dan tidak menjadi persoalan. 

Namun, bila yang berdoa seorang muslimah, apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan bentuk muannats (untuk perempuan), yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu Abdika, Ibnatu Amatik (Ya Allah aku adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan anak perempuan dari hamba perempuan-Mu).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita yang mendengar doa di atas, tapi dia tetap berpegang dengan lafadz hadits. Lalu ada yang berkata padanya, ucapkan, "Allahumma Inni Amatuk . . . ." namun dia menolak dan tetap memilih lafadz dalam hadits, apakah dia dalam posisi yang benar ataukah tidak ?
Kemudian beliau menjawab, "Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma Inni Amatuk, bintu amatik  . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun ucapannya, Abduka, ibnu abdika memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti lafadz zauj (pasangan; bisa digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu a'lam." (Majmu Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah pernah juga ditanya tentang cara berdoanya seorang wanita dengan doa tersebut. Apakah wanita itu tetap mengucapkan, "wa ana 'abduka wabnu 'abdika" (dan saya adalah hamba laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba laki-laki-Mu) ataukah harus mengganti dengan, "Wa ana amatuk, ibnu abdika atau bintu abdika" ?
Beliau rahimahullah menjawab, "Persoalan ini luas Insya Allah, Persoalan dalam masalah ini luas. Apabila wanita itu berdoa sesuai dengan hadits, tidak apa-apa. Dan jika berdoa dengan bentuk yang ma'ruf bagi wanita, Allahumma innii amatuk, wabnutu 'abdika, juga tidak apa-apa, semuanya baik. (http://binbaz.org.sa/mat/11509)

Kandungan Doa

Doa di atas mengandung persoalan-persoalan pokok dalam akidah Islam di antaranya :
1.    Rasa gundah dan sedih yang menimpa seseorang akan menjadi kafarah (penghapus dari dosanya) berdasarkan hadits Mu'awiyah Radliyallah 'Anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabda,
"Tidak ada sesuatu yang menimpa seorang mukmin pada tubuhnya sehingga membuatnya sakit kecuali Allah akan menghapuskan dosa-dosanya." (HR. Ahmad 4/98, Al-Hakim 1/347 dan beliau menyatakan shahih sesuai syarat Syaikhain. Imam al-Dzahabi menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah 5/344, no. 2274).
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :

مَا يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94) : “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu :
    • Dia mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
    • Dia lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.

Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau larut dalam kesedihan karena kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, tak akan akan berlalu tanpa arti. Dengannya Allah akan memberi pahala dan menghapuskan dosamu. . .

Dari penjelasan ini, ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah : beruntung dengan mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Ta’ala karena dia marah dan tidak sabar atas taqdir tersebut.”

2.   Kedudukan ubudiyah merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim wajib menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat yang tidak memiliki sekutu. Hal ini ditunjukkan lafadz, InniAbduka Wabnu 'Abdika Wabnu Amatik (Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu).

Kedudukan ubudiyah merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim wajib menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat yang tidak memiliki sekutu. 

3.   Semua urusan hamba berada di tangan Allah yang diarahkan sekehandak-Nya. Dan masyi'ah (kehendak) hamba mengikuti kehendak Allah. hal ini ditunjukkan oleh lafadz, Naashiyatii biyadik (Ubun-ubunku berada di tangan-Mu).

4.   Allah yang berhak mengadili dan memutuskan perkara hamba-hamba-Nya dalam perselisihan di antara mereka. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, 'Adlun fiyya qadla-uka (Ketetapan-Mu adil atas diriku). Allah Ta'ala berfirman, 

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

"Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, . ." (QS. Yuusuf: 40)

5.   Ketetapan takdir-Nya adil dan baik bagi seorang muslim. Jika dia mendapat kebaikan, bersyukur, dan itu baik baginya. Sebaliknya, bila tertimpa keburukan (musibah atau bencana) dia bersabar, dan itupun baik baginya. Semua perkara orang mukmin itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh ornag beriman. (HR. Muslim)

6.   Anjuran untuk bertawassul dengan Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang Mahaindah) dan sifat-sifatnya yang Mahatinggi. Allah perintahkan sendiri bertawassul dengannya dalam firman-Nya, 

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu . ." (QS. Al-Araaf: 180)

7.   Nama-nama Allah dan sifat-sifatnya adalah tauqifiyyah yang tidak diketahui kecuali melalui wahyu. Allah sendiri yang menamakan diri-Nya dengan nama-nama tersebut dan mengajarkannya kepada para hamba-Nya.

8.   Nama-nama Allah tidak terbatas pada 99 nama. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, awis tatsarta bihii fii ilmil ghaibi indaka (atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu).
Sedangkan hadits yang menerangkan jumlah nama Allah ada 99,

إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya pasti masuk surga.
(HR. Bukhari dan Muslim) Menurut imam al-Khathabi dan lainnya, maknanya adalah seperti orang yang mengatakan "Saya memiliki 1000 dirham yang kusiapkan untuk sedekah," yang bukan berarti uangnya hanya 1000 dirham itu saja. (Majmu Fatawa: 5/217)

9.   Al-Quran memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus. Keberadaannya laksana musim semi bagi hati orang mukmin, memberi kenyamanan pada hatinya, menjadi cahaya bagi dadanya, sebagai pelipur kesedihannya, dan penghilang bagi kesusahannya. Hal ini menunjukkan kedudukan Al-Quran yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, atau suatu umat.

10. Siapa yang datang kepada Allah pasti Allah akan mencukupkannya, siapa yang menghaturkan kefakirannya kepada Allah, Dia pasti mengayakannya. Siapa yang meminta kepada-Nya, pasti Dia akan memberinya. Hal ini ditunjukkan lafadz hadits, "Melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan."

11. Wajib mempelajari Al-Sunnah dan mengamalkan serta mendakwahkannya. Sesungguhnya Sunnah memuat petunjuk kehidupan manusia secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat di ujung hadits, "Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya." 

Wallahu alam bil Shawab.



       Oleh: Badrul Tamam (voa-islam)
 

Kamis, 15 September 2016



Masalah, ujian, dan cobaan selalu datang mewarnai kehidupan. Kita sebagai manusia dituntut untuk memiliki kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapinya. Kita dituntut untuk terus bertawakal karena sesungguhnya Alloh telah berfirman bahwa Ia tidak akan mencoba atau menguji umatnya lebih dari batas kemampuannya. Namun, terlepas dari itu semua, sebagai manusia penuh lemah, kita sering kali tidak menyadari hal ini. Kita sering terbawa emosi sehingga lepas kendali.

Mengapa kita harus tangguh menghadapi cobaan, sebab cobaan itu bagian dari hidup kita dan ada kebaikan dari cobaan tersebut. Kita tidak bisa menghindari cobaan selama hidup ini. Maka daripada kita menghindari cobaan, maka langkah yang benar adalah membina diri untuk menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi cobaan.
Cobaan datang dari Allah dan Allah sudah memberikan cara menghadapi cobaan tersebut. Jika kita telusuri Al Quran Dan Hadits, banyak sekali ayat dan hadits yang membimbing kita agar tangguh menghadapi cobaan.
Langkah pertama yang harus kita yakini adalah, yakinlah bahwa ujian atau cobaan itu untuk kebaikan kita sendiri.

Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).  (QS .7.168)
kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. (QS.11:11)

Tiada seorang muslim tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dari dosa. (HR Bukhari)
Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya, maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah) (HR Bukhari)

Kita menghadapi cobaan dengan benar, artinya kita akan mendapatkan kebaikan. Sebaliknya jika kita salah dalam menghadapi cobaan, maka malah keburukan dan siksa yang kita dapat dan cobaan itu sendiri tidak hilang. Rugi 2 kali

Sikap Positif Dalam Menghadapi Cobaan

Lalu bagaimana cara kita menghadapi cobaan? Kata kuncinya adalah bagaimana kita menyikapi ujian tersebut. Mungkin kita berada dalam sebuah kondisi dimana kita memang tidak punya pilihan, artinya kita harus mengalami ujian itu. Namun, sebenarnya kita selalu punya pilihan, setidaknya dalam sikap.
Menyikapi cobaan dengan positif sebenarnya sudah cukup, sebab sikap positif akan melahirkan semangat tidak menyerah, semangat mencari solusi, dan yang jelas, jika sikap positif itu berdasarkan Al Quran dan hadits, diiringi dengan niat ikhlas, maka kita PASTI akan mendapatkan balasannya di akhirat nanti.
Apa saja sikap positif yang harus kita pegang ?

1 Yakinlah Anda Sanggup

Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS.65:7)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS.2:286)

Yakinlah bahwa setiap cobaan yang diberikan Allah kepada kita sesuai dengan kadar kemampuan kita. Jika kita merasa tidak sanggup menghadapi cobaan atau ujian yang kita alami, itu adalah sinyal bahwa kita harus meningkatkan kualitas diri kita. Bukan ujiannya yang terlalu berat, tapi diri kita sendiri yang loyo dan payah. Perbaiki diri, bukan mengeluh akan beratnya ujian.
Keyakinan diri bahwa kita akan sanggup menghadapi ujian, menjadikan diri kita tidak akan menyerah, sehingga mengambil tindakan untuk memperbaiki diri dan mencari solusi. Yakinlah Anda bisa, insya Allah.

2 Yang Kita Benci Bisa Jadi Baik Bagi Kita

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS2.216)

Kita harus yakin, bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi kita. Mungkin kita menyukainya, padahal itu buruk bagi kita sehingga Allah menghilangkannya dari kita. Terasa pahit, padahal justru itu yang terbaik bagi kita. Kita mungkin tidak mengetahuinya, tapi Allah mengetahui. Jadi berprasangka baiklah bahwa apa yang terjadi itu untuk kebaikan Anda. Allah Maha Penyayang.

3 Cobaan Bukan Berarti Allah Benci Kepada Kita

Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (QS.93:3)

Cobaan itu tidak menunjukan bahwa Allah membenci kita. Rasulullah saw pun diberikan ujian oleh Allah, padahal beliau adalah habibillah (kekasih Allah). Jadi ujian bukan berarti benci. Justru untuk kebaikan sebagainya dijelaskan melalui ayat dan hadits yang sudah dibahas diatas.

4 Tenanglah, Kemudahan Akan Datang

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. 94:5-6)

Jangan khawatir dengan kesulitan, sebab Anda akan menemukan kemudahan. Syaratnya Anda harus bersedia melalui kesulitan tersebut.

5 Jika Anda Menghadapi Cobaan, Perbanyak Shalat

Apabila Rasulullah saw menemui suatu kesulitan, maka beliau segera mengerjakan shalat. (HR Abu Dawud)

Shalatlah bukan malah melamun, bukan malah mengeluh. Jika mau menangis, menangislah kepada Allah. Bangun malam, dirikan shalat malam, dan mintalah petunjukan dan pertolongan kepada Allah.

6 Berdo’a dan Selesaikan Kesulitan Orang Lain

Barangsiapa ingin do’anya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya, hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain (HR Ahmad)

Berdo’alah, karena Allah akan mengabulkan do’a kita. Dan, salah satu rahasia agar do’a itu dikabulkan, selesaikan atau bantu kesulitan orang lain. Mungkin aneh, kita sendiri sedang mengalami kesulitan tetapi malah harus menyelesaikan kesulitan orang lain. Ini adalah perintah Allah dan tidak mungkin salah.

7 Bersabarlah

Aku (rasulullah) mengagumi seorang mukmin yang bila memperoleh kebaikan, dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah, dia memuji Allah dan bersabar. (HR Ahmad)
Orang yang berbahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang terkena ujian dan cobaan, dia bersabar. (HR Ahmad)

Ada yang mengatakan bahwa sabar adalah resep untuk segala masalah. Memang benar. Tentu saja dengan definisi sabar yang benar. Seseorang yang sedang berperang membela agama Allah yang bersabar, adalah mereka yang teguh dalam peperangan itu. Justru Allah melarang kita menyerah atau meninggalkan pertempuran. Artinya menyerah bukanlah definisi sabar. Sabar adalah keteguhan dalam kebenaran.
Sabar juga bisa berarti adalah tetap teguh dalam mecari solusi. Anda tetap teguh dalam perjuangan keluar dari masalah. Jika Anda melakukan sabar dengan sabar yang benar, insya Allah solusi akan datang.

8 Dakwah

Kalian harus menyeru kepada kebikan dan melarang dari kemungkaran. Kalau tidak, Allah akan mengirim hukuman kepada kalian, saat kalian berdo’a kepada-Nya, Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR At Tirmidzi)

Berdo’alah kepada Allah, dan agar do’a kita dikabul kita harus berdakwah, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Jangan berhenti berdakwah karena kita sedang dalam kesulitan, justru dakwah akan memudahkan kita mengatasi kesulitan. Jangan mengeluh masalah begitu berat, sementara kemungkaran kita diamkan saja. Jangan mengeluh tidak bisa mengatasi ujian, sementara kita tidak mengajak orang kepada kebaikan.

9 Khusyu’

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS.2:45-46)

Dan, mintalah pertolongan dari Allah dengan shabar dan shalat. Ini memang tidak mudah kecuali bagi mereka yang khusyu’, yaitu orang yang yakin bahwa dia akan menemui Allah dan akan kembali kepada-Nya. Saat kita yakin bahwa kita akan kembali kepada Allah, maka sebesar apa pun masalah yang kita hadapi, semuanya menjadi kecil, sebab urusan besar itu mempersiapkan diri untuk di akhirat nanti.
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!